“Wanita itu ibarat buku yang dijual
di toko buku” Kata teman pengajianku. Ia melanjutkan ceritanya : "Begini
asosiasinya. di suatu toko buku, banyak pengunjung yang datang untuk
melihat-lihat buku. Tiap pengunjung memiliki kesukaan yang berbeda-beda. Karena
itulah para pengunjung tersebar merata di seluruh sudut ruangan toko buku. Ia
akan tertarik untuk membeli buku apabila ia rasa buku itu bagus, sekalipun ia
hanya membaca sinopsis ataupun referensi buku tersebut. Bagi pengunjung yang
berjiwa pembeli sejati, maka buku tersebut akan ia beli. Tentu saja ia akan
memilih buku yang bersampul, Kenapa..? Ya karena masih baru dan terjaga. Pada
akhirnya transaksi di kasirpun segera terjadi".
Terus..? kataku yang dibuat
penasaran olehnya. "Nah, bagi pengunjung yang tidak berjiwa pembeli
sejati, maka buku yang ia rasa menarik, bukannya ia beli, justru ia mencari
buku dengan judul sama tapi yang tidak bersampul. Kenapa..? Kerena untuk ia
baca saat itu juga. Akibatnya, buku itu ada yang terlipat, kusam, ternoda oleh
coretan, sobek, baik sedikit ataupun banyak. Bisa jadi buku yang tidak
tersampul itu dibaca tidak oleh seorang saja. Tapi mungkin berkali-kali, dengan
pengunjung yang berbeda tetapi berjiwa sama, yaitu bukan pembeli sejati alias
pengunjung iseng yang tidak bertanggung jawab. Lama kelamaan, kasianlah buku
itu, makin kusam hingga banyak yang enggan untuk membelinya". Ceritanya
"Wanita itu ibarat buku. Jika ia tersampul dengan jilbab, maka itu adalah
ikhtiar untuk menjaga akhlaknya. Lebih-lebih kalau jilbab itu tak hanya untuk
tampilannya saja, tapi juga menjilbabkan hati”. Subhanallah..!
Pengunjung yang membeli adalah
ibarat suami, laki-laki yang telah Allah siapkan untuk mendampinginya
menggenapkan ½ dien-Nya. Dengan gagah berani dan tanggung jawab yang tinggi, ia
bersedia membeli buku itu dengan transaksi di kasir yang diibaratkan
pernikahan. Bedanya, Pengunjung yang iseng, yang tidak berniat membeli, ibarat
laki-laki yang kalau zaman sekarang bisa dikatakan play boy kelas teri.
Menguak-nguak kepribadian dan kehidupan sang wanita hingga terkadang membuatnya
tersakiti, merintih dengan tangisan, hingga yang paling fatal adalah ternodai
dengan free-sex. Wana’udzubillah. Padahal tidak semua toko buku berani menjual
buku-bukunya dengan fasilitas buku tersampul. Maka, tentulah toko buku itu
adalah toko buku pilihan. Dan toko buku itu ibarat lingkungan, yang jika
lingkungan itu baik maka baik pula apa-apa yang ada didalamnya" katanya
lagi.
"Wah, kalau begitu jadi wanita
harus hati-hati ya..! "Hmmm,.. Persepsiku, apapun di dunia ini bakal dapet
yang seimbang ya..? Kayak itu dech, buku yang tersampul dibeli oleh pembeli
sejati alias pembeli yang bertanggung jawab. Itukan perumpamaan Wanita yang
baik dan terjaga akhlaknya juga dapat laki-laki yang baik, bahkan insyallah
mapan, sholih, pokoknya yang baik-baik juga. Gitu ya..?" kataku.
"Benar, Seperti janji Allah swt
: "Wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang
keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanit yang baik
adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk
wanita-wanita yang baik (pula)” (An-Nur : 26)”. Dan, hanya Allah yang tak
menyalahi janji, penjelasannya. Menjadi wanita adalah amanah. Bukan amanah yang
sementara. Tapi amanah sepanjang usia ini ada. Pun menjadi wanita baik itu tak
mudah. Butuh iman dan ilmu kehidupan yang seiring dengan pengalaman.
Benar. Menjadi wanita adalah
pilihan. Bukan aku yang memilihnya, tapi Allah Swt yang memilihkannya untukku.
Aku tahu, Allah penggenggam segala ilmu. Sebelum Ia ciptakan wanita, Ia pasti
punya pertimbangan khusus, hingga akhirnya saat Kaum Hawa lahir kedunia, Ia
menjadikanku wanita. Aku sadar, tidak main-main Allah mengamanahkan ini padaku.
Karena kutahu, wanita adalah makhluk yang luar biasa. Yang dari rahimnya bisa
terlahir manusia semulia Rasulullah Saw atau manusia sehina Fir’aun
La’natullah.
Kalau banyak orang lain merasa
bangga menjadi wanita, karena wanita layak dipuja, karena wanita cantik
memesona, karena wanita bisa dibeli dengan harta, karena wanita cukup menggoda,
dan lain sebagainya, maka justru sebaliknya, dengan lantang aku berkata :
"Aku malu menjadi wanita..!”. Ya, Aku malu menjadi wanita, kalau faktanya
wanita itu gampang diiming-iminggi harta dengan mengorbankan harga dirinya. Aku
malu menjadi wanita kalau ternyata wanita itu sebagai sumber maksiat, memikat,
hingga mengajak pada jalan sesat. Aku malu menjadi wanita kalau ternyata dari
pandangan dan suara wanita yang tak terjaga sanggup memunculkan syahwat. Aku
malu menjadi wanita kalau ternyata tindak tanduk wanita sanggup membuahkan
angan-angan bagi pria. Aku malu menjadi wanita kalau ternyata wanita tak
sanggup jadi ibu yang bijak bagi anaknya dan separuh hati mendampingi
perjuangan suaminya.
Sungguh, aku malu menjadi wanita
yang tidak sesuai dengan fitrahnya. Ya, Aku malu jika sekarang aku belum
menjadi sosok wanita yang seperti Allah Swt harapkan. Aku malu, karena itu
pertanda aku belum amanah terhadap titipan Allah ini. Entahlah, sampai saat
ini, saat dimana umur masih dikandung badan ini aku sudah menjadi wanita macam
apa. Aku malu. Bahkan malu ini berbuah ketakutan, kalau-kalau pada hari akhir
nanti tak ada daya bagiku untuk mempertanggungjawabkan ini semua.
Padahal, setahuku dari Bunda
Khadijah, Aisyah dan Fatimah, wanita itu makhluk yang luar biasa, penerus
kehidupan. Dari kelembutan hatinya, ia sanggup menguak gelapnya dunia,
menyinari dengan cinta. Dari kesholehan akhlaknya, ia sanggup menjaga dunia
dari generasi-generasi hina dengan mengajarkannya ilmu dan agama. Dari kesabaran
pekertinya, ia sanggup mewarnai kehidupan dunia, hingga perjuangan itu terus
ada.
Ya Allah, maafkan aku akan
kedangkalan ilmuku dan rendahnya tekadku. Aku berlindung pada-Mu dari diriku
sendiri. Bantu aku Ya Rabb, untuk tak lagi menghadirkan kelemahan-kelemahan
diri saat aku ada di dunia-Mu. Hingga kelak aku akan temui-Mu dalam kebaikan
akhlak yang kuusahakan. Ya, wanita sholihah..". Wallahu A’lam,..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar