قال رســـول الله صلى الله عليـــه وسلـــم

ان اولـــى النـــاس بـــى منزلة يوم القيـــامة اڪثرهم علـــى صلاة

اللهم صل عـلـــے سيـــــدنـا محمـــد وعـلـــے ال سيـــــدنـا محمـــد


▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Hukuman Bagi Kekasih


Kehidupan semua Nabi dan Rosul Allah Swt penuh dengan kisah-kisah tentang puasa. Baik puasa secara harfiah langsung maupun puasa dalam pemaknaannya yang lebih luas. Bukankah segala perkara yang kita alami bersama selama beratus-ratus abad di muka bumi dimulai dan disebabkan oleh Baginda Nabi Adam As yang “mokel”..? yang seharusnya menahan diri tak memakan buah larangan itu tetapi Beliau memakannya..?
Seandainya Allah Swt mengkonsep suatu takdir yang lain, dimana Nabi Adam As bersetia tidak menyentuh larangan, maka apakah sekarang ini kita perlu repot dengan kacaunya pemerintahan negara kita..? dengan tidak amanahnya wakil rakyat yang carut marut disana..? dan dengan beribu masalah sosial, politik dan ekonomi nasional..?. Kita tentu sudah “adem ayem tentrem” di surga Jannatun Na’im tanpa perang dan kecemburuan, tanpa pergaulan yang menjadi kacau oleh kejahatan dan kebodohan yang tak pernah disadari sebagai kejahatan dan kebodohan, tanpa pembengkakan problem-problem sosial yang tak habisnya.
Tetapi, memang salah satu metode “dialektika” untuk menciptakan dinamika kehidupan manusia dirancang oleh Allah Swt adalah fenomena laku puasa. Allah Swt sendiri bersifat sangat “romantik” terhadap puasa dan dalam berbagai kisah menunjukkan berapa Ia amat sangat menyediakan cinta kasih yang khusus kepada hamba-Nya yang sedang puasa. Para pelaku puasa seakan-akan selalu dipeluk-Nya, didekap dan selalu disayangi oleh-Nya. Kemudian, kalau ada orang lain yang mengganggunya, Allah Swt bersegera mebela dengan penuh melintasi.
Anda kenal dengan kisah seorang pengembara bernama “Zamyal..?” Ia berjalan dari padang ke padang, dari gurun ke gurun, dari benua ke benua, dari cakrawala ke cakrawala, meskipun tak banyak orang lain yang mengetahui bahwa ia senantiasa mengembara. Di dalam pengembaraanya, ia senantiasa berpuasa meskipun orang tak memahami bahwa ia sedang berpuasa. Bahkan, seorang Nabi besar yang alim dan sholih. Nabi Ya’cub As pun terjebak, tak memahami dan tak mempercayainya.
Pada suatu sore menjelang maghrib, Zamyal menghampiri rumah Nabi Ya’cub As dan mengetuk pintunya; “Ya Ashabul Bait..! berilah orang asing yang lapar ini makanar sekadarnya yang berasal dari sisa makanan kalian”. Berkali-kali ia mengucapkan kalimat itu dengan wajah yang dibuatnya tampak menderita, padahal jiwanya sangat bahagia di hadapan Allah Swt karena laku puasanya. Namun Nabi Ya’cub As dan keluarganya tak acuh terhadapnya, tidak memperdulikan permintaannya dan membiarkannya berlalu dengan perut kosong. Zamyal kemudian melewati seluruh malam dengan lapar dan menjalani pagi hari berikutnya dalam lapar, sementara keluarga Nabi besar ini berbuka puasa dengan penuh kenikmatan, kemudian masih menyisakan makanan hingga pagi harinya.
Tidak ada saat-saat nikmat melebihi situasi lapar, asing dan sepi dihadapan Allah Swt. Tidak ada kebahagiaan dunia melebihi mengucurnya air mata ketika seseorang meratapkan duka deritanya di hadapan Allah Swt. Zamyal tidak pernah menangis dihadapan manusia, tetapi ia menumpahkan segala kecengengannya didepan lutut Allah Swt. Sungguh tak ada anugerah yang kenyamanannya melebihi keadaan diri terbuang dan terkutuk oleh manusia tetapi ditangiskan kehadirat-Nya.
Maka, demi mendengar Zamyal “madul” kepada-Nya, Allah Swt langsung bangkit dan menggertakkan amarah-Nya kepada Nabi Ya’cub As ; ”Kenapa wahai Ya’cub, engkau tidak mengasihi hamba-Ku yang kehidupan sehari-harinya bersahaja terhadap nikmat dunia..? Ia terusir dengan ketakacuhanmu, kemudian pergi dan mengadukan derita hatinya kepada-Ku. Tahukah engkau Ya’cub, bahwa hukuman bagi kekasih-Ku lebih cepat datangnya dibanding dengan hukuman bagi musuh-musuh-Ku..? Tahukah engkau bahwa hal itu Ku-sengaja karena besarnya pernghormatan-Ku kepada kekasih-kekasih-Ku. Sementara musuh-musuh-Ku, Ku-abaikan terlarut dalam lautan dosa-dosanya yang tak mereka ketahui bahwa itu suatu dosa..?
Beberapa tahun kemudian, Nabi Ya’cub As kehilangan Nabi Yusuf As, putra yang amat disayanginya. Dan sejak itulah berlangsung kisah-kisah legendaris tentang sumur dan pedagang, tentang penjara dan ramalan mimpi,  tentang menteru keuangan dan Siti Zulaikha dan sebagainya. Unjung dari kisah-kisah itu berupa happy ending. Sejak awal hukuman itu, Nabi Ya’cub As menginsafi kesalahan hidupnya, tetapi tetap harus menempuh waktu yang cukup panjang hingga akhirnya menemukan ketenteraman kembali bersama Nabi Yusuf As yang besar dan anggun.
Itulah yang saya sebut dialektika dinamik, adegan-adegan spektakuler Nabi Yusuf As yang menyayangkut seluruh kerajaan dimana mereka hidup, yang berhubungan dengan proses penghayatan nilai-nilai puasa, kesetiaan dan kesantunan sosial dimulai oleh sebuah adegan yang sederhana – dimana “figuran” yang bernama Zamyal berjalan tersaruk-saruk menuju pintu rumah Nabi Ya’cub As.
Karena semua itu dialektika, hukuman bisa pada akhirnya bermakna bukan hukuman, sesudah ia melampaui realivitas waktu, serta sesudah pihak yang terhukum mengerti bagaimana bersikap dan menghikmahinya. Hukuman, apalagi dari Allah Swt, justru bisa menjadi jalan menuju kemuliaan baru, sebagaimana Nabi Ya’cub As. Apalagi yang dihukum adalah kekasih-Nya. Itulah memang “Jenis adegan kehidupan” yang dikehendaki oleh Allah Swt. Bukannya suatu tema dan lakon kehidupan dimana Nabi Adam As dan anak cucunya hidup tentram namun monoton di surga sejak hari pertama hingga hari terakhir takdir kehidupan.
Dan akhirnya, ingatlah..! kalau Allah Swt menghukum, Ia jua yang kemudian mengampuni dan mengasihi. Kalau Allah Swt yang menghukum, Ia jualah yang mengusap air mata penyesalanmu. Hukuman itu justru membuktikan kekekalan Cinta-Nya. Bukankah tahap pertama hukuman terhadap Nabi Ya’cub As itu justru berupa impian indah Nabi Yusuf As tentang rembulan, matahari dan bintang gemintang..? Bukankah dengan demikian hukuman Allah Swt kepada kekasih-Nya itu sesungguhnya sebuah kemesraan juga. Wallahu A’lam,..




Sugeng Nindakaken Ibadah Siyam Romadhon 1433 H..!

Semoga Amal Ibadah Kita Diterima Disisi Allah Swt, Segala Dosa Mendapat Ampunan-Nya dan Semoga Kita Digolongkan Hamba-Nya Yang Ridho dan Mendapat Ridho-Nya, Amin Ya Mujibas Sa-ilin,..




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

ﻠيس اﻠفٺــے من يقول کان ابــــے ۞ لکن اﻠفٺــــے من يقول هـا انــــــا

Bukanlah Pribadi Seorang Pemuda Itu Yang Mengatakan : “Kae Hlo Bapakku..!

Tapi, Seorang Pemuda Sejati Itu Yang Berkata : “Iki Hlo Aku..!”

By Myself