قال رســـول الله صلى الله عليـــه وسلـــم

ان اولـــى النـــاس بـــى منزلة يوم القيـــامة اڪثرهم علـــى صلاة

اللهم صل عـلـــے سيـــــدنـا محمـــد وعـلـــے ال سيـــــدنـا محمـــد


▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Sifat Qudroh Allah Swt

Ada seseorang yang mengajukan pertanyaan : “Benarkah Allah swt maha kuasa ? Jika benar, kuasakah Allah swt untuk menciptakan “Sesuatu” yang sama dengan Allah swt sendiri ?”, atau “Benarkah Allah swt maha kuasa ? Jika benar, maka mampukah Dia menciptakan sebongkah batu yang sangat besar, hingga Allah swt sendiri tidak sanggup untuk mengangkatnya ?”, atau berkata : “Jika benar Allah swt maha Kuasa, maka kuasakah Dia menghilangkan Diri-Nya hanya dalam satu jam saja ?”.

Entah dari mana pertanyaan buruk semacam itu mula-mula dimunculkan. Yang jelas, jika itu datang dari luar Islam maka dapat kita pastikan bahwa tujuannya adalah untuk menyesatkan orang-orang Islam. Namun jika yang menyebarkan pertanyaan tersebut orang Islam sendiri maka hal itu jelas menunjukan bahwa orang tersebut adalah orang yang sama sekali tidak  memahami tauhid, dan tentunya pengakuan bahwa dirinya sebagai seorang muslim hanya sebatas di mulutnya saja. Ini adalah contoh kecil dari apa yang dalam istilah bahwa Ilmu Kalam telah mengalami distorsi. Padahal, jawaban bagi pertanyaan sesat tersebut adalah bahasan sederhana dalam Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam, ialah bahwa hukum akal terbagi kepada tiga bagian :

01. Pertama, Wâjib ‘Aqly yaitu sesuatu yang wajib adanya, artinya akal tidak dapat menerima jika sesuatu tersebut tidak ada, yaitu keberadaan Allah swt dengan sifat-sifat-Nya.

02. Kedua, Mustahîl ‘Aqly yaitu sesuatu yang mustahil adanya, artinya akal tidak dapat menerima jika sesuatu tersebut ada, seperti adanya sekutu bagi Allah swt.

03. Ketiga, Jâ-iz ‘Aqly atau Mumkin ‘Aqly yaitu sesuatu yang keberadaan dan ketidakadaannya dapat diterima oleh akal, yaitu alam semesta atau segala sesuatu selain Allah swt.

Sifat Qudrah (kuasa) Allah swt hanya terkait dengan Jâ-iz atau Mumkim ‘Aqly saja. Artinya bahwa Allah swt Maha Kuasa untuk menciptakan segala apapun yang secara akal dapat diterima keberadaan atau tidakadanya. Sifat Qudrah Allah swt tidak terkait dengan Wâjib ‘Aqly dan Mustahîl ‘Aqly. Dengan demikian tidak boleh dikatakan : “Apakah Allah swt kuasa untuk menciptakan sekutu bagi-Nya, atau menciptakan Allah swt-Allah swt yang lain ?” Pertanyaan ini tidak boleh dijawab “Iya”, juga tidak boleh dijawab “Tidak”. Karena bila dijawab “Iya” maka berarti menetapkan adanya sekutu bagi Allah swt dan menetapkan keberadaan sesuatu yang mustahil adanya, dan bila dijawab “Tidak” maka berarti menetapkan kelemahan bagi Allah swt. Jawaban yang benar adalah bahwa sifat Qudrah Allah swt tidak terkait dengan Wâjib ‘Aqly dan tidak terkait dengan Mustahîl ‘Aqly.

Contoh kasus lainnya, bahwa suatu ketika datang seorang yang mengaku sangat menyukai filsafat. Setelah ngobrol “basa-basi” dengannya, tiba-tiba pembicaraan masuk dalam masalah teologi, secara khusus membahas tentang kehidupan akhirat. Dan ternyata dalam “otak” orang tersebut, yang kemudian dengan sangat “ngotot” ia pertahankan ialah bahwa kehidupan akhirat pada akhirnya akan “punah”, dan segala sesuatu baik mereka yang ada di surga maupun yang ada di neraka akan kembali kepada Allah swt. “Orang” ini beralasan karena jika surga dan neraka serta segala sesuatu yang ada di dalam keduanya kekal maka berarti ada tiga yang kekal, yaitu Allah swt, surga, dan neraka. Dan jika demikian maka menjadi batal-lah definisi tauhid, karena dengan begitu berarti menetapkan sifat ketuhanan kepada selain Allah swt, dalam hal ini sifat kekal (al-Baqâ’).

Kita jawab : Baqâ’ Allah swt disebut dengan Baqâ’ Dzâty, artinya bahwa Allah swt maha Kekal tanpa ada yang mengekalkan-Nya. Berbeda dengan kekalnya surga dan neraka, keduanya kekal karena dikekalkan oleh Allah swt (Bi Ibqâ-illâhi Lahumâ). Benar, secara logika seandainya surga dan neraka punah dapat diterima, karena keduanya makhluk Allah swt yang memiliki permulaan, akan tetapi oleh karena Allah swt menghendaki keduanya untuk menjadi kekal, maka keduanya tidak akan pernah punah selamanya. Dengan demikian jelas sangat berbeda antara Baqâ’ Allah swt dengan Baqâ’-nya surga dan neraka. Kemudian, dalam hampir lebih dari enam puluh ayat al-Qur’an, baik yang secara jelas (Sharîh) maupun tersirat, Allah swt mengatakan bahwa surga dan neraka serta seluruh apa yang ada di dalam keduanya kekal tanpa penghabisan. Dan oleh karenanya telah menjadi konsensus (Ijmâ’) semua ulama dalam menetapkan bahwa surga dan neraka ini kekal selamanya tanpa penghabisan, sebagaimana dikutip oleh Ibn Hazm dalam Marâtib al-Ijmâ’, Imam al-Hâfizh Taqiyyuddin as-Subki dalam al-I’tibâr Bi Baqâ’ al-Jannah Wa an-Nâr, dan oleh para ulama terkemuka lainnya. Wallahu A’lam,..

Pondok Pesantren


A.  Pengertian Pondok Pesantren

Pondok Pesantren terdiri dari dua kata, yaitu “Pondok” dan “Pesantren”. Kata pondok berasal dari bahasa Arab “Funduq” yang berarti tempat tidur, asrama, atau hotel. Sedangkan kata “Pesantren” berasal dari kata “Santri” yang mendapatkan awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi pesantrian. Orang jawa mengucapkannya “Pesantren” yang berarti “Tempat tinggal santri”.


Dalam Ilmu Pendidikan Islam, Pondok Pesantren didefinisikan sebagai lembaga pendidikan untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai prilaku sehari-hari. Pondok Pesantren merupakan sebuah komplek pendidikan yang memiliki lima unsur (elemen) pokok, yaitu :

  1. Kyai
    Kyai merupakan cikal bakal dan unsur paling pokok dari sebuah pondok pesantren. Ia mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan. Selain sebagai Guru (Mu’allim) yang mengajarkan ilmu agama Islam, Kyai merupakan pemimpin yang menentukan arah, bentuk dan corak pendidikan dipesantrennya. Itulah sebabnya, pertumbuhan, perkembangan dan keberlangsungan hidup suatu Pondok Pesantren sangat tergantung kepada kemampuan pribadi Kyai dalam mengelolanya.

  1. Santri
    Santri adalah para pelajar di pondok pesantren guna menyerahkan diri kepada Kyai. Dalam tradisi pesantren, santri dibedakan menjadi dua macam, yaitu : santri mukim yang menetap di pondok pesantren dan santri kalong yang pulang kerumah masing-masing setiap selesai mengikuti kegiatan di pesantren.

    Para santri mukim hidup mandiri dan sederhana. Mereka mengurus keperluannya sendiri, berpenampilan sederhana, ta’dhim kepada Kyai hormat kepada sesame, andap asor kepada manusia dan selalu melaksanakn riyadhoh melaksanakan amaliyah sunah seperti puasa senin kamis, puasa daud, shalat malam dan lainnya. Pola hidup para santri diliputi suasana keagamaan, keikhlasan, kebersamaan, kesederhanaan dan kedisiplinan di bawah pengawasan Kyai dan para Ustadz.

  1. Pondok (Asrama)
    Asrama memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai tempat tinggal para santri, tempat belajar dan tempat latihan hidup mandiri. Gabungan dari ketiga fungsi ini menunjukkan sifat dasar pondok pesantren yang menekankan pendidikan agama dan kehidupan bersama dalam suatu komplek belajar yang berdampingan secara berimbang.

  1. Masjid
    Masjid adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dengan pesantren dan merupakan tempat paling tepat untuk mendidik santri. Selain nerfungsi sebagai tempat praktik sholat lima waktu, khutbah dan sholat jum’at,masjid juga berfungsi sebagai tempat pembelajaran kitab. Biasanya penetapan  waktu belajar dikaitkan dengan waktu menunaikan sholat fardhu, baik sebelim atau sesudahnya. Misalnya pengajian ba’dal ‘ashar, ba’dal maghrib dan ba’das shubuh.

  1. Kitab Salaf

    Pengajian kitab salaf (Kitab Kuning) merupakan unsure pokok pondok pesantren yang membedakannya dengan lembaga pendidikan lainnya. Pembelajarannya dimulai dari kitab-kitab tingkat dasar (elementer) yang berisi teks ringkas dan sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab tingkat menengah dan kitab-kitab besar.

    Dilihat dari segi ilmu yang dipelajari, kitab-kitab salaf yang diajarkan di pondok pesantren meliputi : Aqidah, Fiqh, Akhlaq/Tasawuf, Ushul Fiqh, Tafsir, Hadits, Nahwu, Sharaf dan Tarikh (Sejarah).

Selain lima elemen dasar tersebut, Pondok Pesantren memiliki “Panca Jiwa” yang menjadi ciri khas dan tata nilai yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari di pesantren, yaitu :
  • Jiwa Keikhlasan
  • Jiwa Kesederhanaan tapi agung
  • Jiwa Persaudaraan
  • Jiwa Kemandirian
  • Jiwa Kebebasan atau Kemerdekaan

B.  Sejarah Pondok Pesantren

Pondok Pesantren sudah dikenal sejak abad ke-15 Masehi. Tokoh yang dianggap sebagai perintis berdirinya pondok pesantren adalah Maulana Malik Ibrahim. Dalam melaksanakan dakwah Islam, Beliau menggunakan masjid dan pondok pesantren sebagai pusat pembelajaran. Model dakwah Islam tersebut dilanjutkan oleh para Wali Songo sehingga pondok pesantren menjadi lembaga pendidikan tertua di Indonesia.

Pada tahun 1619 Raden Rahmatullah (Sunan Ampel) mendirikan masjid dan pondok pesantren di Kembangkuning, kemudian dipindahkan di Ampel Surabaya. Pondok pesantren ini sangat terkenal dan mempunyai pengaruh yang sangat luas diwilayah jawa timur. Banyak santri yang dating dari berbagai daerah untuk belajar di Pondok Pesantren ini. Para santri Ampel yang telah menyelesaikan belajarnya kembali kedaerahnya masing-masing dan mendirikan pondok pesantren baru, seperti : Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonana di Tuban, Sunan Drajat di Lamongan, dan raden Patah di demak Jawa Tengah.

Dalam perkembangan berikutnya, Pondok Pesantren didirikan oleh para Kyai yang mempunyai cita-cita mengajarkan dan menyebarkan agama Islam. Pada mulanya, mereka mendirikan Masjid/Langgar sebagai tempat sholat berjamaah dan pengajian tentang keimanan, ibadah dan akhlaq. Kedalaman Ilmu agama, kepribadian dan prilaku yang dilandasi keikhlasan dan akhlaqul karimah dapat menarik para penduduk untukmengikuti kegiatan dakwahnya. Bukan hanya orang sedesanya yang mengikuti pengajiannya, tetapi orang dari desa lain yang mengikutinya.

Untuk menampung para santri dari desa lainnyang ingin belajar agama Islam secara mendalam, maka muncullah gagasan untuk mendirikan asrama bagi mereka. Gagasan itu disampaikan kepada jamaah dan merekapun memberikan dukungan dengan ikut nerperan serta membangun Pondok Pesantren.

Demikianlah Pondok Pesantren tumbuh dan berkembang di Indonesia sejak awal pertumbuhan dan perkembangan agama Islam. Tujuannya selain mengajarkan agama Islam, juga mencetak kader-kader Ulama’, da’I dan Muballigh. Oleh karena itu wajar jika dikatakan bahwa Pondok Pesantren merupakan benteng pertahanan bagi keberlangsungan dakwah Islam di Indonesia.

C.  Pola Kepemimpinan Pondok Pesantren

Keberadaan Kyai dalam sebuah Pondok Pesantren adalah laksanan jantung bagi kehidupan manusia. Begitu penting peranan dan kedudukan Kyai, karena dialah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh dan pemimpinnya. Itulah sebabnya kepribadian seorang Kyai sangat menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan Pondok Pesantren yang dipimpinnya.

Dalam Pondok Pesantren, Kyai mempunyai kekuasaan mutlak. Berjalan atau tidaknya suatu kegiatan sangat tergantung pada izin dan perkenannya. Untuk menjalankan kepemimpinannnya, maka charisma dan kewibawaan mempunyai peranan yang menentukan.

Di kalangan Pondok Pesantren, Kyai dipandang sebagai Pewaris Nabi sekaligus tokoh yang memiliki pengetahuan mendalam tentang ajaran Islam. Dia adalah tokoh kharismatik yang memiliki kewibawaan, baik dihadapan para santri, para ustadz sebagai pelaksana kebijakannya, maupun dimasyarakat sekitarnya.

Pada umumnya para santri sangat patuh kepada Kyai bukan karena terpaksa, tetapi didasari pengamalan ajaran Islam yang menyuruh hormat kepada Guru atau orang yang lebih tua. Dengan demikian, Kyai merupakan tokoh panutan yang seluruh kata dan keputusannya dipegang teguh, ditaatin dan dijadikan teladan.

Jadi, pola kepemimpinan di Pondok Pesantren banyak ditentukan oleh charisma dan kewibawaan yang dimiliki oleh Kyai. Hal ini menimbulkan corak kepemimpinan yang sangat pribadi sifatnya, tergantung kepada penerimaan masyarakat dan warganya secara mutlak. Itulah sebabnya, sering terjadi penurunan kwalitas kepemimpinan ketika berlangsung pergantian pemimpin dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Disamping itu, kepemimpinan di Pondok Pesantren padaumumnya masih bercorak alami. Pembinaan calon pengganti pimpinan yang ada belum memiliki bentuk yang teratur. Biasanya pergantian pimpinan berlangsung tiba-tiba setelah wafatnta sang Kyai. Pola pergantian pimpinan yang berlangsung secara mendadak ini sering kali berpengaruh bagi perkembangan Pondok Pesantren. Karena itu perlu penerapan pola kepemimpinan yang lebih direncanakan dan dipersiapkan sebelumnya.

Pola kepemimpinan kharismatik tidak harus ditinggalkan, tetapin perlu diperkuat dengan beberapa hal baru, seperti rencana pengembangan pondok pesantren yang jelas dan kemampuan teknik kepemimpinan untuk menghadapi perubahan dan tantangan zaman. Prinsip utama yang digunakan adalah ;

Artinya : “Memelihara hal-hal baik yang telah adan dan mengembangkan hal-hal baru yang lebih baik”.

D.  Faham Keagamaan Yang Diajarkan Di Pondok Pesantren

Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pusat dakwah Islam yang sudah ada sejak zaman Wali Songo. Tradisi pada waktu itu adalah materi pelajaran yang diberikan kepada santri terbatas pada ilmu-ilmu agama. Tampaknya tradisi tersebut sampai sekarang masih diwarisi dan dilestarikan oleh kalangan pesantren tertentu, terutama “Pesantren Salaf”.

Setidaknya ada tiga jenis ilmu agama yang secara istiqomah diajarkan di Pondok Pesantren yaitu : Aqidah, Fiqih dan Akhlaq/Tasawuf. Disamping itu diajarkan pula ilmu bahasa Arab (Nahwu/Shorof), Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ushul Fiqih, dan Qawaidul Fiqih, terutama untuk para santri tingkat atas.

Tidak ada ketentuan yang pasti mengenai kitab yang diajarkan di Pondok Pesantren. Akan tetapi mengenai jenis kitab yang menjadi sumber  belajar utama terdapat keseragaman antara yang satu dengan lainnya. Kitab-kitab yang menjadi bahan ajar di Pondok Pesantren pada umunya disusun oleh para Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah. Dalam bidang aqidah dipergunakan kitab-kitab yang disusun oleh para Ulama Asy’ariyah, dalam bidang fiqih dipergunakan kitab-kitab dari Madzhab Syafi’i dan dalam bidang akhlaq/tasawuf menggunakan kitab yang disusun oleh Hujjatul Islam Imam al-Ghazali.

Dengan mempelajari kitab-kitab salaf inilah umat islam Indonesia dapat mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Karena itu, Pondok Pesantren merupakan pelopor dalam mempraktikan, mengembangkan dan mempertahankan ajaran Islam ahlussunnah wal Jama’ah di Indonesia. Jika tidak ada pondok pesantren, sulit ditemukanlembaga pendidikan yang dapat menjaga dan meneruskan tradisi ke-Islaman menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah yang mampu bertahan sampai sekarang.

E.  Hubungan Antara NU dan Pondok Pesantren

Nahdhotul Ulama dan Pondok Pesantren itu bagaikan dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan. Apabila menyebut NU kita mesti ingat Pondok Pesantren dan juga sebaliknya.

Mengapa Demikian..?

Karena yang mendirikan Nahdhotul Ulama adalah para Ulama Pondok Pesantren. Mereka memiliki kesamaan wawasan, pandangan, sikap, prilaku dan tata cara pemahaman serta pengamalan ajaran agama Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah. Ibarat sebuah keranjang, kelahiran Nahdhotul Ulama tidak ubahnya mewadahi sesuatu yang sudah ada, yaitu Kebangkitan Para Ulama Pondok Pesantren. Karena itu wajar jika dikatakan bahwa Nahdhotul Ulama iti adalah oranisasinya masyarakat pesantren.

Hubungan antara Nahdhotul Ulama dan Pondok Pesantren dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :
  • Kesamaan tujuan, yaitu melestarikan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang merupakan materi pokok pengajaran agama di Pondok Pesantren.
  • Nahdhotul Ulama didirikan sebagai wadah bagi usaha mempersatukan langkah para Ulama Pondok Pesantren didalam mengembangkan tugas pengabdiannya dalam masyarakat, baik bidang agama, pendidikan, ekonomi maupun persoalan-persoalan kemasyarakatan yang lainnya.
  • Pola kepemimpinan dalam Nahdhotul Ulama sama dengan pola kepemimpinan di Pondok Pesantren yang terpusat pada figure seorang Kyai. Jika dalam Pondok Pesantren Kyai memiliki kedudukan sangat menentukan, maka di dalam Nahdhotul Ulama dikenal pengurus Syuriyah yang terdiri dari para Ulama selaku pimpinan tertinggi.
  • Pengaruh yang dimiliki oleh para Kyai Pengasuh Pondok Pesantren dilingkungan masyarakatnya juga menjadi kekuatan pendukung bagi Nahdhotul Ulama. Basis masa (anggota) yang dikenal dengan sebutan “Kaum Santri” menjadi salah satu pilar penyangga kekuatan Nahdhotul Ulama, bahkan menjadi salah satu cirri khas yang membedakannya dengan organisasi-organisasi Islam lainnya di Indonesia.

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

ﻠيس اﻠفٺــے من يقول کان ابــــے ۞ لکن اﻠفٺــــے من يقول هـا انــــــا

Bukanlah Pribadi Seorang Pemuda Itu Yang Mengatakan : “Kae Hlo Bapakku..!

Tapi, Seorang Pemuda Sejati Itu Yang Berkata : “Iki Hlo Aku..!”

By Myself