A. Pengertian
Pondok Pesantren
Pondok Pesantren terdiri dari dua kata, yaitu “Pondok” dan “Pesantren”. Kata pondok berasal dari bahasa Arab “Funduq” yang berarti tempat tidur, asrama, atau hotel. Sedangkan kata “Pesantren” berasal dari kata “Santri” yang mendapatkan awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi pesantrian. Orang jawa mengucapkannya “Pesantren” yang berarti “Tempat tinggal santri”.
Dalam Ilmu Pendidikan Islam, Pondok Pesantren didefinisikan sebagai lembaga pendidikan untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai prilaku sehari-hari. Pondok Pesantren merupakan sebuah komplek pendidikan yang memiliki lima unsur (elemen) pokok, yaitu :
- Kyai
Kyai merupakan cikal bakal dan unsur paling pokok dari sebuah pondok pesantren. Ia mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan. Selain sebagai Guru (Mu’allim) yang mengajarkan ilmu agama Islam, Kyai merupakan pemimpin yang menentukan arah, bentuk dan corak pendidikan dipesantrennya. Itulah sebabnya, pertumbuhan, perkembangan dan keberlangsungan hidup suatu Pondok Pesantren sangat tergantung kepada kemampuan pribadi Kyai dalam mengelolanya.
- Santri
Santri adalah para pelajar di pondok pesantren guna menyerahkan diri kepada Kyai. Dalam tradisi pesantren, santri dibedakan menjadi dua macam, yaitu : santri mukim yang menetap di pondok pesantren dan santri kalong yang pulang kerumah masing-masing setiap selesai mengikuti kegiatan di pesantren.
Para santri mukim hidup mandiri dan sederhana. Mereka mengurus keperluannya sendiri, berpenampilan sederhana, ta’dhim kepada Kyai hormat kepada sesame, andap asor kepada manusia dan selalu melaksanakn riyadhoh melaksanakan amaliyah sunah seperti puasa senin kamis, puasa daud, shalat malam dan lainnya. Pola hidup para santri diliputi suasana keagamaan, keikhlasan, kebersamaan, kesederhanaan dan kedisiplinan di bawah pengawasan Kyai dan para Ustadz.
- Pondok
(Asrama)
Asrama memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai tempat tinggal para santri, tempat belajar dan tempat latihan hidup mandiri. Gabungan dari ketiga fungsi ini menunjukkan sifat dasar pondok pesantren yang menekankan pendidikan agama dan kehidupan bersama dalam suatu komplek belajar yang berdampingan secara berimbang.
- Masjid
Masjid adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dengan pesantren dan merupakan tempat paling tepat untuk mendidik santri. Selain nerfungsi sebagai tempat praktik sholat lima waktu, khutbah dan sholat jum’at,masjid juga berfungsi sebagai tempat pembelajaran kitab. Biasanya penetapan waktu belajar dikaitkan dengan waktu menunaikan sholat fardhu, baik sebelim atau sesudahnya. Misalnya pengajian ba’dal ‘ashar, ba’dal maghrib dan ba’das shubuh.
- Kitab
Salaf
Pengajian kitab salaf (Kitab Kuning) merupakan unsure pokok pondok pesantren yang membedakannya dengan lembaga pendidikan lainnya. Pembelajarannya dimulai dari kitab-kitab tingkat dasar (elementer) yang berisi teks ringkas dan sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab tingkat menengah dan kitab-kitab besar.
Dilihat dari segi ilmu yang dipelajari, kitab-kitab salaf yang diajarkan di pondok pesantren meliputi : Aqidah, Fiqh, Akhlaq/Tasawuf, Ushul Fiqh, Tafsir, Hadits, Nahwu, Sharaf dan Tarikh (Sejarah).
Selain lima elemen dasar
tersebut, Pondok Pesantren memiliki “Panca Jiwa” yang menjadi ciri khas dan
tata nilai yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari di pesantren, yaitu :
- Jiwa Keikhlasan
- Jiwa Kesederhanaan tapi agung
- Jiwa Persaudaraan
- Jiwa Kemandirian
- Jiwa Kebebasan atau Kemerdekaan
B. Sejarah
Pondok Pesantren
Pondok Pesantren sudah
dikenal sejak abad ke-15 Masehi. Tokoh yang dianggap sebagai perintis
berdirinya pondok pesantren adalah Maulana Malik Ibrahim. Dalam melaksanakan
dakwah Islam, Beliau menggunakan masjid dan pondok pesantren sebagai pusat
pembelajaran. Model dakwah Islam tersebut dilanjutkan oleh para Wali Songo
sehingga pondok pesantren menjadi lembaga pendidikan tertua di Indonesia.
Pada tahun 1619 Raden
Rahmatullah (Sunan Ampel) mendirikan masjid dan pondok pesantren di
Kembangkuning, kemudian dipindahkan di Ampel Surabaya. Pondok pesantren ini
sangat terkenal dan mempunyai pengaruh yang sangat luas diwilayah jawa timur.
Banyak santri yang dating dari berbagai daerah untuk belajar di Pondok
Pesantren ini. Para santri Ampel yang telah menyelesaikan belajarnya kembali
kedaerahnya masing-masing dan mendirikan pondok pesantren baru, seperti : Sunan
Giri di Gresik, Sunan Bonana di Tuban, Sunan Drajat di Lamongan, dan raden
Patah di demak Jawa Tengah.
Dalam perkembangan
berikutnya, Pondok Pesantren didirikan oleh para Kyai yang mempunyai cita-cita
mengajarkan dan menyebarkan agama Islam. Pada mulanya, mereka mendirikan
Masjid/Langgar sebagai tempat sholat berjamaah dan pengajian tentang keimanan,
ibadah dan akhlaq. Kedalaman Ilmu agama, kepribadian dan prilaku yang dilandasi
keikhlasan dan akhlaqul karimah dapat menarik para penduduk untukmengikuti
kegiatan dakwahnya. Bukan hanya orang sedesanya yang mengikuti pengajiannya,
tetapi orang dari desa lain yang mengikutinya.
Untuk menampung para santri
dari desa lainnyang ingin belajar agama Islam secara mendalam, maka muncullah
gagasan untuk mendirikan asrama bagi mereka. Gagasan itu disampaikan kepada
jamaah dan merekapun memberikan dukungan dengan ikut nerperan serta membangun
Pondok Pesantren.
Demikianlah Pondok Pesantren
tumbuh dan berkembang di Indonesia sejak awal pertumbuhan dan perkembangan
agama Islam. Tujuannya selain mengajarkan agama Islam, juga mencetak
kader-kader Ulama’, da’I dan Muballigh. Oleh karena itu wajar jika dikatakan
bahwa Pondok Pesantren merupakan benteng pertahanan bagi keberlangsungan dakwah
Islam di Indonesia.
C. Pola
Kepemimpinan Pondok Pesantren
Keberadaan Kyai dalam sebuah
Pondok Pesantren adalah laksanan jantung bagi kehidupan manusia. Begitu penting
peranan dan kedudukan Kyai, karena dialah perintis, pendiri, pengelola,
pengasuh dan pemimpinnya. Itulah sebabnya kepribadian seorang Kyai sangat
menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan Pondok Pesantren yang dipimpinnya.
Dalam Pondok Pesantren, Kyai
mempunyai kekuasaan mutlak. Berjalan atau tidaknya suatu kegiatan sangat
tergantung pada izin dan perkenannya. Untuk menjalankan kepemimpinannnya, maka
charisma dan kewibawaan mempunyai peranan yang menentukan.
Di kalangan Pondok Pesantren,
Kyai dipandang sebagai Pewaris Nabi sekaligus tokoh yang memiliki pengetahuan
mendalam tentang ajaran Islam. Dia adalah tokoh kharismatik yang memiliki
kewibawaan, baik dihadapan para santri, para ustadz sebagai pelaksana
kebijakannya, maupun dimasyarakat sekitarnya.
Pada umumnya para santri
sangat patuh kepada Kyai bukan karena terpaksa, tetapi didasari pengamalan
ajaran Islam yang menyuruh hormat kepada Guru atau orang yang lebih tua. Dengan
demikian, Kyai merupakan tokoh panutan yang seluruh kata dan keputusannya
dipegang teguh, ditaatin dan dijadikan teladan.
Jadi, pola kepemimpinan di
Pondok Pesantren banyak ditentukan oleh charisma dan kewibawaan yang dimiliki
oleh Kyai. Hal ini menimbulkan corak kepemimpinan yang sangat pribadi sifatnya,
tergantung kepada penerimaan masyarakat dan warganya secara mutlak. Itulah
sebabnya, sering terjadi penurunan kwalitas kepemimpinan ketika berlangsung
pergantian pemimpin dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Disamping itu, kepemimpinan
di Pondok Pesantren padaumumnya masih bercorak alami. Pembinaan calon pengganti
pimpinan yang ada belum memiliki bentuk yang teratur. Biasanya pergantian
pimpinan berlangsung tiba-tiba setelah wafatnta sang Kyai. Pola pergantian
pimpinan yang berlangsung secara mendadak ini sering kali berpengaruh bagi
perkembangan Pondok Pesantren. Karena itu perlu penerapan pola kepemimpinan
yang lebih direncanakan dan dipersiapkan sebelumnya.
Pola kepemimpinan kharismatik
tidak harus ditinggalkan, tetapin perlu diperkuat dengan beberapa hal baru,
seperti rencana pengembangan pondok pesantren yang jelas dan kemampuan teknik
kepemimpinan untuk menghadapi perubahan dan tantangan zaman. Prinsip utama yang
digunakan adalah ;
Artinya : “Memelihara hal-hal baik yang telah adan dan
mengembangkan hal-hal baru yang lebih baik”.
D. Faham Keagamaan Yang Diajarkan Di Pondok
Pesantren
Pondok Pesantren adalah
lembaga pendidikan dan pusat dakwah Islam yang sudah ada sejak zaman Wali
Songo. Tradisi pada waktu itu adalah materi pelajaran yang diberikan kepada
santri terbatas pada ilmu-ilmu agama. Tampaknya tradisi tersebut sampai
sekarang masih diwarisi dan dilestarikan oleh kalangan pesantren tertentu,
terutama “Pesantren Salaf”.
Setidaknya ada tiga jenis
ilmu agama yang secara istiqomah diajarkan di Pondok Pesantren yaitu : Aqidah,
Fiqih dan Akhlaq/Tasawuf. Disamping itu diajarkan pula ilmu bahasa Arab
(Nahwu/Shorof), Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ushul Fiqih, dan Qawaidul Fiqih,
terutama untuk para santri tingkat atas.
Tidak ada ketentuan yang
pasti mengenai kitab yang diajarkan di Pondok Pesantren. Akan tetapi mengenai
jenis kitab yang menjadi sumber belajar
utama terdapat keseragaman antara yang satu dengan lainnya. Kitab-kitab yang
menjadi bahan ajar di Pondok Pesantren pada umunya disusun oleh para Ulama Ahlussunnah
wal Jama’ah. Dalam bidang aqidah dipergunakan kitab-kitab yang disusun oleh
para Ulama Asy’ariyah, dalam bidang fiqih dipergunakan kitab-kitab dari Madzhab
Syafi’i dan dalam bidang akhlaq/tasawuf menggunakan kitab yang disusun oleh
Hujjatul Islam Imam al-Ghazali.
Dengan mempelajari kitab-kitab
salaf inilah umat islam Indonesia dapat mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah
wal Jama’ah. Karena itu, Pondok Pesantren merupakan pelopor dalam mempraktikan,
mengembangkan dan mempertahankan ajaran Islam ahlussunnah wal Jama’ah di
Indonesia. Jika tidak ada pondok pesantren, sulit ditemukanlembaga pendidikan
yang dapat menjaga dan meneruskan tradisi ke-Islaman menurut faham Ahlussunnah
wal Jama’ah yang mampu bertahan sampai sekarang.
E. Hubungan Antara NU dan Pondok Pesantren
Nahdhotul Ulama dan Pondok Pesantren
itu bagaikan dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan. Apabila menyebut NU kita
mesti ingat Pondok Pesantren dan juga sebaliknya.
Mengapa Demikian..?
Karena yang mendirikan
Nahdhotul Ulama adalah para Ulama Pondok Pesantren. Mereka memiliki kesamaan
wawasan, pandangan, sikap, prilaku dan tata cara pemahaman serta pengamalan
ajaran agama Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah. Ibarat sebuah
keranjang, kelahiran Nahdhotul Ulama tidak ubahnya mewadahi sesuatu yang sudah
ada, yaitu Kebangkitan Para Ulama Pondok Pesantren. Karena itu wajar jika
dikatakan bahwa Nahdhotul Ulama iti adalah oranisasinya masyarakat pesantren.
Hubungan antara Nahdhotul
Ulama dan Pondok Pesantren dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :
- Kesamaan tujuan, yaitu melestarikan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang merupakan materi pokok pengajaran agama di Pondok Pesantren.
- Nahdhotul Ulama didirikan sebagai wadah bagi usaha mempersatukan langkah para Ulama Pondok Pesantren didalam mengembangkan tugas pengabdiannya dalam masyarakat, baik bidang agama, pendidikan, ekonomi maupun persoalan-persoalan kemasyarakatan yang lainnya.
- Pola kepemimpinan dalam Nahdhotul Ulama sama dengan pola kepemimpinan di Pondok Pesantren yang terpusat pada figure seorang Kyai. Jika dalam Pondok Pesantren Kyai memiliki kedudukan sangat menentukan, maka di dalam Nahdhotul Ulama dikenal pengurus Syuriyah yang terdiri dari para Ulama selaku pimpinan tertinggi.
- Pengaruh yang dimiliki oleh para Kyai Pengasuh Pondok Pesantren dilingkungan masyarakatnya juga menjadi kekuatan pendukung bagi Nahdhotul Ulama. Basis masa (anggota) yang dikenal dengan sebutan “Kaum Santri” menjadi salah satu pilar penyangga kekuatan Nahdhotul Ulama, bahkan menjadi salah satu cirri khas yang membedakannya dengan organisasi-organisasi Islam lainnya di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar