Setiap hari kulewati seperti biasanya. Tanpa pernah
merasa kekurangan. Kekurangan hal yang sebenarnya kubutuhkan. Tanpa pernah
merasa bahwa aku membutuhkan sesuatu. Sesuatu yang dapat menimbulkan perubahan.
Perubahan hebat dalam diriku. Aku tak pernah sadar bahwa selama ini aku terlalu
terlena dalam buaian kebiasaan, kebiasaan yang sebenarnya banyak menjerumuskan.
Bermalas-malasan, tidak pernah merasa kekosongan, tidak mempunyai perencanaan,
dan semua kebiasaan yang tak pernah ada perubahan.
Saat aku terbangun di pagi hari karena lantunan adzan
Shubuh, seringkalinya diriku menanti-nanti panggilan cinta-Nya padaku. Tak jarang aku mengakhirkan waktu bercinta dengan-Nya
yang hanya sebentar itu. Hingga ku lakukan dua raka’at yang berharga untuk
memulai hariku itu bersamaan dengan munculnya sinar sang surya dari arah timur.
Aku tak pernah sadar bahwa bagaimana aku akan menjalani hari penuh berkah bila
aku telah mengawalinya dengan sebuah dosa besar.
Saat sepertiga malam yang seharusnya menjadi amalan
sunnah yang sering kulakukan, tak jarang aku malah asyik merajut mimpi-mimpi.
Padahal Dia dengan setianya menantiku untuk mendengarkan segala peluh dan
pintaku. Aku tak pernah sadar bahwa sebaik-baik waktuku untuk memunajatkan doa
pada-Nya adalah saat sepertiga malam itu. Waktu yang hanya ada aku dan Dia
saja.
Saat aku akan memulai aktivitasku di pagi hari, tak
jarang aku meninggalkan raga ini bergerak sebelum menghirup sarapan jiwa dari
nikmatnya sholat Dhuha. Sarapan pagi bagi jasad ini lebih aku pentingkan dengan
alasan perlunya kalori yang cukup banyak untuk menjalani aktivitasku yang
memang cukup padat itu. Aku tak pernah sadar bahwa ternyata jiwaku membutuhkan
santapan rohani berkalori tinggi untuk metabolisme pemikiran dan perasaanku.
Sebelum aku pergi untuk beraktivitas, seringkali aku tak
sempat meluangkan waktu membaca Al-matsurat pagi yang hanya sebentar itu.
Update status dan melihat notification di facebook lebih aku pentingkan
daripada hal itu. Padahal waktu yang kubuang tidaklah sedikit untuk
melakukannya, bahkan hampir di setiap waktu luangku. Aku tak pernah sadar bahwa
do’a yang dianjurkan Rasulullah itu merupakan pelindung bagiku menjalani
hari-hari yang mungkin akan terasa berat untukku.
Ketika mentari menunjukkan keangkuhannya dengan berada di
puncak kepala, tak jarang aku mengakhirkan waktu panggilan Dzuhur. Dengan
alasan menyelesaikan pekerjaan yang tanggung tinggal sedikit lagi itu, aku
mengakhirkan waktu bercinta dengan-Nya lagi. Jangankan untuk sunnah qobliyah
dan ba’diyah dzuhur, berdoa pun begitu seperlunya saja kulakukan, karena
ternyata sebentar lagi adzan Ashar berkumandang. Aku tak pernah sadar bahwa Dia
telah mem-plot waktu untuk bercinta dengan-Nya dengan begitu baiknya.
Saat adzan Maghrib berkumandang tak jarang juga aku
mengakhirkan waktu bercinta dengan-Nya untuk menutup hari itu. Sering kali aku
bergegas melakukannya dengan secepat kilat karena perutku yang keroncongan
lebih penting bagiku. Aku tak pernah sadar bahwa di antara waktu Maghrib dan
Isya yang begitu singkat itu sebaiknya aku menikmati lantunan dzikir dan
tilawahku, yang sangat jarang kulakukan itu.
Ketika adzan Isya berkumandang, sering kali aku merasa
tanggung untuk meninggalkan aktifitasku yang kadang masih tersisa atau sekedar canda
tawa bersama teman-teman. Bahkan pada saat-saat itu sebenarnya bisa aku
pergunakan untuk membaca buku Islami atau bahkan menulis tulisan hikmah yang
bermanfaat bagi saudara muslimku. Aku tak pernah sadar bahwa begitu banyak
waktu yang telah kusia-siakan selama ini, hingga selalu saja mengharapkan
manfaat adanya orang lain untuk diriku, tanpa pernah mengevaluasi apa manfaat
diriku untuk orang lain.
Waktu tidur pun telah tiba. Rasa ngantuk yang menjalari
mataku berbaur dengan otakku yang mulai kelelahan karena beraktivitas seharian.
Aku langsung merebahkan tubuhku ke tempat tidur. Aku biarkan tubuhku terlelap
tanpa disucikan terlebih dahulu dengan air wudhu. Jangankan untuk itu, tak
jarang aku lupa membaca doa sebelum tidur, apalagi kalau harus membaca beberapa
surat-surat pendek Al-Qur’an terlebih dahulu. Aku tak pernah sadar bahwa tak
ada yang dapat menjamin bahwa aku dapat bangun kembali esok hari.
Setelah semua itu terjadi, barulah aku sadar bahwa
waktuku ternyata tidaklah banyak. Malaikat Izrail tengah bersiap kapan saja dan
dimana saja untuk mengambil nyawaku, bila waktuku telah tiba. Aku tak mau baru
saat itu aku tersadar bahwa aku telah banyak menabung dosa untuk akhiratku. Aku
tak mau saat itu aku mendengar bahwa aku telah terlambat untuk menebus semua
dosa-dosaku. Aku tak mau baru saat itu aku tersadar bahwa amalanku tidaklah
cukup untuk membuatku berbangga menghadap Rabb-ku.
Ya Rabb…
Aku sering tak tahu diri
Aku sering tak tahu malu
Aku malu pada-Mu
Ya Rabb…
Aku sering keliru
Aku sering terlupa
Aku melupakan-Mu
Ya Rabb…
Hidayah-Mu adalah penerangku
Mahabbah-Mu adalah kesetiaanku
’Izzah-Mu adalah kekuatanku
Ya Rabb…
Jangan pernah berpaling dariku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar