قال رســـول الله صلى الله عليـــه وسلـــم

ان اولـــى النـــاس بـــى منزلة يوم القيـــامة اڪثرهم علـــى صلاة

اللهم صل عـلـــے سيـــــدنـا محمـــد وعـلـــے ال سيـــــدنـا محمـــد


▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Sifat Qudroh Allah Swt

Ada seseorang yang mengajukan pertanyaan : “Benarkah Allah swt maha kuasa ? Jika benar, kuasakah Allah swt untuk menciptakan “Sesuatu” yang sama dengan Allah swt sendiri ?”, atau “Benarkah Allah swt maha kuasa ? Jika benar, maka mampukah Dia menciptakan sebongkah batu yang sangat besar, hingga Allah swt sendiri tidak sanggup untuk mengangkatnya ?”, atau berkata : “Jika benar Allah swt maha Kuasa, maka kuasakah Dia menghilangkan Diri-Nya hanya dalam satu jam saja ?”.

Entah dari mana pertanyaan buruk semacam itu mula-mula dimunculkan. Yang jelas, jika itu datang dari luar Islam maka dapat kita pastikan bahwa tujuannya adalah untuk menyesatkan orang-orang Islam. Namun jika yang menyebarkan pertanyaan tersebut orang Islam sendiri maka hal itu jelas menunjukan bahwa orang tersebut adalah orang yang sama sekali tidak  memahami tauhid, dan tentunya pengakuan bahwa dirinya sebagai seorang muslim hanya sebatas di mulutnya saja. Ini adalah contoh kecil dari apa yang dalam istilah bahwa Ilmu Kalam telah mengalami distorsi. Padahal, jawaban bagi pertanyaan sesat tersebut adalah bahasan sederhana dalam Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam, ialah bahwa hukum akal terbagi kepada tiga bagian :

01. Pertama, Wâjib ‘Aqly yaitu sesuatu yang wajib adanya, artinya akal tidak dapat menerima jika sesuatu tersebut tidak ada, yaitu keberadaan Allah swt dengan sifat-sifat-Nya.

02. Kedua, Mustahîl ‘Aqly yaitu sesuatu yang mustahil adanya, artinya akal tidak dapat menerima jika sesuatu tersebut ada, seperti adanya sekutu bagi Allah swt.

03. Ketiga, Jâ-iz ‘Aqly atau Mumkin ‘Aqly yaitu sesuatu yang keberadaan dan ketidakadaannya dapat diterima oleh akal, yaitu alam semesta atau segala sesuatu selain Allah swt.

Sifat Qudrah (kuasa) Allah swt hanya terkait dengan Jâ-iz atau Mumkim ‘Aqly saja. Artinya bahwa Allah swt Maha Kuasa untuk menciptakan segala apapun yang secara akal dapat diterima keberadaan atau tidakadanya. Sifat Qudrah Allah swt tidak terkait dengan Wâjib ‘Aqly dan Mustahîl ‘Aqly. Dengan demikian tidak boleh dikatakan : “Apakah Allah swt kuasa untuk menciptakan sekutu bagi-Nya, atau menciptakan Allah swt-Allah swt yang lain ?” Pertanyaan ini tidak boleh dijawab “Iya”, juga tidak boleh dijawab “Tidak”. Karena bila dijawab “Iya” maka berarti menetapkan adanya sekutu bagi Allah swt dan menetapkan keberadaan sesuatu yang mustahil adanya, dan bila dijawab “Tidak” maka berarti menetapkan kelemahan bagi Allah swt. Jawaban yang benar adalah bahwa sifat Qudrah Allah swt tidak terkait dengan Wâjib ‘Aqly dan tidak terkait dengan Mustahîl ‘Aqly.

Contoh kasus lainnya, bahwa suatu ketika datang seorang yang mengaku sangat menyukai filsafat. Setelah ngobrol “basa-basi” dengannya, tiba-tiba pembicaraan masuk dalam masalah teologi, secara khusus membahas tentang kehidupan akhirat. Dan ternyata dalam “otak” orang tersebut, yang kemudian dengan sangat “ngotot” ia pertahankan ialah bahwa kehidupan akhirat pada akhirnya akan “punah”, dan segala sesuatu baik mereka yang ada di surga maupun yang ada di neraka akan kembali kepada Allah swt. “Orang” ini beralasan karena jika surga dan neraka serta segala sesuatu yang ada di dalam keduanya kekal maka berarti ada tiga yang kekal, yaitu Allah swt, surga, dan neraka. Dan jika demikian maka menjadi batal-lah definisi tauhid, karena dengan begitu berarti menetapkan sifat ketuhanan kepada selain Allah swt, dalam hal ini sifat kekal (al-Baqâ’).

Kita jawab : Baqâ’ Allah swt disebut dengan Baqâ’ Dzâty, artinya bahwa Allah swt maha Kekal tanpa ada yang mengekalkan-Nya. Berbeda dengan kekalnya surga dan neraka, keduanya kekal karena dikekalkan oleh Allah swt (Bi Ibqâ-illâhi Lahumâ). Benar, secara logika seandainya surga dan neraka punah dapat diterima, karena keduanya makhluk Allah swt yang memiliki permulaan, akan tetapi oleh karena Allah swt menghendaki keduanya untuk menjadi kekal, maka keduanya tidak akan pernah punah selamanya. Dengan demikian jelas sangat berbeda antara Baqâ’ Allah swt dengan Baqâ’-nya surga dan neraka. Kemudian, dalam hampir lebih dari enam puluh ayat al-Qur’an, baik yang secara jelas (Sharîh) maupun tersirat, Allah swt mengatakan bahwa surga dan neraka serta seluruh apa yang ada di dalam keduanya kekal tanpa penghabisan. Dan oleh karenanya telah menjadi konsensus (Ijmâ’) semua ulama dalam menetapkan bahwa surga dan neraka ini kekal selamanya tanpa penghabisan, sebagaimana dikutip oleh Ibn Hazm dalam Marâtib al-Ijmâ’, Imam al-Hâfizh Taqiyyuddin as-Subki dalam al-I’tibâr Bi Baqâ’ al-Jannah Wa an-Nâr, dan oleh para ulama terkemuka lainnya. Wallahu A’lam,..

Pondok Pesantren


A.  Pengertian Pondok Pesantren

Pondok Pesantren terdiri dari dua kata, yaitu “Pondok” dan “Pesantren”. Kata pondok berasal dari bahasa Arab “Funduq” yang berarti tempat tidur, asrama, atau hotel. Sedangkan kata “Pesantren” berasal dari kata “Santri” yang mendapatkan awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi pesantrian. Orang jawa mengucapkannya “Pesantren” yang berarti “Tempat tinggal santri”.


Dalam Ilmu Pendidikan Islam, Pondok Pesantren didefinisikan sebagai lembaga pendidikan untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai prilaku sehari-hari. Pondok Pesantren merupakan sebuah komplek pendidikan yang memiliki lima unsur (elemen) pokok, yaitu :

  1. Kyai
    Kyai merupakan cikal bakal dan unsur paling pokok dari sebuah pondok pesantren. Ia mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan. Selain sebagai Guru (Mu’allim) yang mengajarkan ilmu agama Islam, Kyai merupakan pemimpin yang menentukan arah, bentuk dan corak pendidikan dipesantrennya. Itulah sebabnya, pertumbuhan, perkembangan dan keberlangsungan hidup suatu Pondok Pesantren sangat tergantung kepada kemampuan pribadi Kyai dalam mengelolanya.

  1. Santri
    Santri adalah para pelajar di pondok pesantren guna menyerahkan diri kepada Kyai. Dalam tradisi pesantren, santri dibedakan menjadi dua macam, yaitu : santri mukim yang menetap di pondok pesantren dan santri kalong yang pulang kerumah masing-masing setiap selesai mengikuti kegiatan di pesantren.

    Para santri mukim hidup mandiri dan sederhana. Mereka mengurus keperluannya sendiri, berpenampilan sederhana, ta’dhim kepada Kyai hormat kepada sesame, andap asor kepada manusia dan selalu melaksanakn riyadhoh melaksanakan amaliyah sunah seperti puasa senin kamis, puasa daud, shalat malam dan lainnya. Pola hidup para santri diliputi suasana keagamaan, keikhlasan, kebersamaan, kesederhanaan dan kedisiplinan di bawah pengawasan Kyai dan para Ustadz.

  1. Pondok (Asrama)
    Asrama memiliki tiga fungsi utama, yaitu sebagai tempat tinggal para santri, tempat belajar dan tempat latihan hidup mandiri. Gabungan dari ketiga fungsi ini menunjukkan sifat dasar pondok pesantren yang menekankan pendidikan agama dan kehidupan bersama dalam suatu komplek belajar yang berdampingan secara berimbang.

  1. Masjid
    Masjid adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dengan pesantren dan merupakan tempat paling tepat untuk mendidik santri. Selain nerfungsi sebagai tempat praktik sholat lima waktu, khutbah dan sholat jum’at,masjid juga berfungsi sebagai tempat pembelajaran kitab. Biasanya penetapan  waktu belajar dikaitkan dengan waktu menunaikan sholat fardhu, baik sebelim atau sesudahnya. Misalnya pengajian ba’dal ‘ashar, ba’dal maghrib dan ba’das shubuh.

  1. Kitab Salaf

    Pengajian kitab salaf (Kitab Kuning) merupakan unsure pokok pondok pesantren yang membedakannya dengan lembaga pendidikan lainnya. Pembelajarannya dimulai dari kitab-kitab tingkat dasar (elementer) yang berisi teks ringkas dan sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab tingkat menengah dan kitab-kitab besar.

    Dilihat dari segi ilmu yang dipelajari, kitab-kitab salaf yang diajarkan di pondok pesantren meliputi : Aqidah, Fiqh, Akhlaq/Tasawuf, Ushul Fiqh, Tafsir, Hadits, Nahwu, Sharaf dan Tarikh (Sejarah).

Selain lima elemen dasar tersebut, Pondok Pesantren memiliki “Panca Jiwa” yang menjadi ciri khas dan tata nilai yang dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari di pesantren, yaitu :
  • Jiwa Keikhlasan
  • Jiwa Kesederhanaan tapi agung
  • Jiwa Persaudaraan
  • Jiwa Kemandirian
  • Jiwa Kebebasan atau Kemerdekaan

B.  Sejarah Pondok Pesantren

Pondok Pesantren sudah dikenal sejak abad ke-15 Masehi. Tokoh yang dianggap sebagai perintis berdirinya pondok pesantren adalah Maulana Malik Ibrahim. Dalam melaksanakan dakwah Islam, Beliau menggunakan masjid dan pondok pesantren sebagai pusat pembelajaran. Model dakwah Islam tersebut dilanjutkan oleh para Wali Songo sehingga pondok pesantren menjadi lembaga pendidikan tertua di Indonesia.

Pada tahun 1619 Raden Rahmatullah (Sunan Ampel) mendirikan masjid dan pondok pesantren di Kembangkuning, kemudian dipindahkan di Ampel Surabaya. Pondok pesantren ini sangat terkenal dan mempunyai pengaruh yang sangat luas diwilayah jawa timur. Banyak santri yang dating dari berbagai daerah untuk belajar di Pondok Pesantren ini. Para santri Ampel yang telah menyelesaikan belajarnya kembali kedaerahnya masing-masing dan mendirikan pondok pesantren baru, seperti : Sunan Giri di Gresik, Sunan Bonana di Tuban, Sunan Drajat di Lamongan, dan raden Patah di demak Jawa Tengah.

Dalam perkembangan berikutnya, Pondok Pesantren didirikan oleh para Kyai yang mempunyai cita-cita mengajarkan dan menyebarkan agama Islam. Pada mulanya, mereka mendirikan Masjid/Langgar sebagai tempat sholat berjamaah dan pengajian tentang keimanan, ibadah dan akhlaq. Kedalaman Ilmu agama, kepribadian dan prilaku yang dilandasi keikhlasan dan akhlaqul karimah dapat menarik para penduduk untukmengikuti kegiatan dakwahnya. Bukan hanya orang sedesanya yang mengikuti pengajiannya, tetapi orang dari desa lain yang mengikutinya.

Untuk menampung para santri dari desa lainnyang ingin belajar agama Islam secara mendalam, maka muncullah gagasan untuk mendirikan asrama bagi mereka. Gagasan itu disampaikan kepada jamaah dan merekapun memberikan dukungan dengan ikut nerperan serta membangun Pondok Pesantren.

Demikianlah Pondok Pesantren tumbuh dan berkembang di Indonesia sejak awal pertumbuhan dan perkembangan agama Islam. Tujuannya selain mengajarkan agama Islam, juga mencetak kader-kader Ulama’, da’I dan Muballigh. Oleh karena itu wajar jika dikatakan bahwa Pondok Pesantren merupakan benteng pertahanan bagi keberlangsungan dakwah Islam di Indonesia.

C.  Pola Kepemimpinan Pondok Pesantren

Keberadaan Kyai dalam sebuah Pondok Pesantren adalah laksanan jantung bagi kehidupan manusia. Begitu penting peranan dan kedudukan Kyai, karena dialah perintis, pendiri, pengelola, pengasuh dan pemimpinnya. Itulah sebabnya kepribadian seorang Kyai sangat menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan Pondok Pesantren yang dipimpinnya.

Dalam Pondok Pesantren, Kyai mempunyai kekuasaan mutlak. Berjalan atau tidaknya suatu kegiatan sangat tergantung pada izin dan perkenannya. Untuk menjalankan kepemimpinannnya, maka charisma dan kewibawaan mempunyai peranan yang menentukan.

Di kalangan Pondok Pesantren, Kyai dipandang sebagai Pewaris Nabi sekaligus tokoh yang memiliki pengetahuan mendalam tentang ajaran Islam. Dia adalah tokoh kharismatik yang memiliki kewibawaan, baik dihadapan para santri, para ustadz sebagai pelaksana kebijakannya, maupun dimasyarakat sekitarnya.

Pada umumnya para santri sangat patuh kepada Kyai bukan karena terpaksa, tetapi didasari pengamalan ajaran Islam yang menyuruh hormat kepada Guru atau orang yang lebih tua. Dengan demikian, Kyai merupakan tokoh panutan yang seluruh kata dan keputusannya dipegang teguh, ditaatin dan dijadikan teladan.

Jadi, pola kepemimpinan di Pondok Pesantren banyak ditentukan oleh charisma dan kewibawaan yang dimiliki oleh Kyai. Hal ini menimbulkan corak kepemimpinan yang sangat pribadi sifatnya, tergantung kepada penerimaan masyarakat dan warganya secara mutlak. Itulah sebabnya, sering terjadi penurunan kwalitas kepemimpinan ketika berlangsung pergantian pemimpin dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Disamping itu, kepemimpinan di Pondok Pesantren padaumumnya masih bercorak alami. Pembinaan calon pengganti pimpinan yang ada belum memiliki bentuk yang teratur. Biasanya pergantian pimpinan berlangsung tiba-tiba setelah wafatnta sang Kyai. Pola pergantian pimpinan yang berlangsung secara mendadak ini sering kali berpengaruh bagi perkembangan Pondok Pesantren. Karena itu perlu penerapan pola kepemimpinan yang lebih direncanakan dan dipersiapkan sebelumnya.

Pola kepemimpinan kharismatik tidak harus ditinggalkan, tetapin perlu diperkuat dengan beberapa hal baru, seperti rencana pengembangan pondok pesantren yang jelas dan kemampuan teknik kepemimpinan untuk menghadapi perubahan dan tantangan zaman. Prinsip utama yang digunakan adalah ;

Artinya : “Memelihara hal-hal baik yang telah adan dan mengembangkan hal-hal baru yang lebih baik”.

D.  Faham Keagamaan Yang Diajarkan Di Pondok Pesantren

Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pusat dakwah Islam yang sudah ada sejak zaman Wali Songo. Tradisi pada waktu itu adalah materi pelajaran yang diberikan kepada santri terbatas pada ilmu-ilmu agama. Tampaknya tradisi tersebut sampai sekarang masih diwarisi dan dilestarikan oleh kalangan pesantren tertentu, terutama “Pesantren Salaf”.

Setidaknya ada tiga jenis ilmu agama yang secara istiqomah diajarkan di Pondok Pesantren yaitu : Aqidah, Fiqih dan Akhlaq/Tasawuf. Disamping itu diajarkan pula ilmu bahasa Arab (Nahwu/Shorof), Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Ushul Fiqih, dan Qawaidul Fiqih, terutama untuk para santri tingkat atas.

Tidak ada ketentuan yang pasti mengenai kitab yang diajarkan di Pondok Pesantren. Akan tetapi mengenai jenis kitab yang menjadi sumber  belajar utama terdapat keseragaman antara yang satu dengan lainnya. Kitab-kitab yang menjadi bahan ajar di Pondok Pesantren pada umunya disusun oleh para Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah. Dalam bidang aqidah dipergunakan kitab-kitab yang disusun oleh para Ulama Asy’ariyah, dalam bidang fiqih dipergunakan kitab-kitab dari Madzhab Syafi’i dan dalam bidang akhlaq/tasawuf menggunakan kitab yang disusun oleh Hujjatul Islam Imam al-Ghazali.

Dengan mempelajari kitab-kitab salaf inilah umat islam Indonesia dapat mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Karena itu, Pondok Pesantren merupakan pelopor dalam mempraktikan, mengembangkan dan mempertahankan ajaran Islam ahlussunnah wal Jama’ah di Indonesia. Jika tidak ada pondok pesantren, sulit ditemukanlembaga pendidikan yang dapat menjaga dan meneruskan tradisi ke-Islaman menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah yang mampu bertahan sampai sekarang.

E.  Hubungan Antara NU dan Pondok Pesantren

Nahdhotul Ulama dan Pondok Pesantren itu bagaikan dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan. Apabila menyebut NU kita mesti ingat Pondok Pesantren dan juga sebaliknya.

Mengapa Demikian..?

Karena yang mendirikan Nahdhotul Ulama adalah para Ulama Pondok Pesantren. Mereka memiliki kesamaan wawasan, pandangan, sikap, prilaku dan tata cara pemahaman serta pengamalan ajaran agama Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama’ah. Ibarat sebuah keranjang, kelahiran Nahdhotul Ulama tidak ubahnya mewadahi sesuatu yang sudah ada, yaitu Kebangkitan Para Ulama Pondok Pesantren. Karena itu wajar jika dikatakan bahwa Nahdhotul Ulama iti adalah oranisasinya masyarakat pesantren.

Hubungan antara Nahdhotul Ulama dan Pondok Pesantren dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :
  • Kesamaan tujuan, yaitu melestarikan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah yang merupakan materi pokok pengajaran agama di Pondok Pesantren.
  • Nahdhotul Ulama didirikan sebagai wadah bagi usaha mempersatukan langkah para Ulama Pondok Pesantren didalam mengembangkan tugas pengabdiannya dalam masyarakat, baik bidang agama, pendidikan, ekonomi maupun persoalan-persoalan kemasyarakatan yang lainnya.
  • Pola kepemimpinan dalam Nahdhotul Ulama sama dengan pola kepemimpinan di Pondok Pesantren yang terpusat pada figure seorang Kyai. Jika dalam Pondok Pesantren Kyai memiliki kedudukan sangat menentukan, maka di dalam Nahdhotul Ulama dikenal pengurus Syuriyah yang terdiri dari para Ulama selaku pimpinan tertinggi.
  • Pengaruh yang dimiliki oleh para Kyai Pengasuh Pondok Pesantren dilingkungan masyarakatnya juga menjadi kekuatan pendukung bagi Nahdhotul Ulama. Basis masa (anggota) yang dikenal dengan sebutan “Kaum Santri” menjadi salah satu pilar penyangga kekuatan Nahdhotul Ulama, bahkan menjadi salah satu cirri khas yang membedakannya dengan organisasi-organisasi Islam lainnya di Indonesia.

Simbok..! Wahai Jiwa dan Hidupku


Ummi Ya Ruchi Wachyati

Simbok,..
Dirimu adalah pelita cintaku
Yang hadir dalam kehidupan duniaku
Tak henti aku menyebutmu Simbok
Serasa sukmaku dalam dalam surga telapak kakimu
Engkaulah harapanku
Tanpa ridhomu, Semua tak berarti
Tanpa senyummu, Semua terasa sepi
Karena dirimu Simbok

Simbok,..
Namamu seagung kerelaan hati
Secercah kasih sayang yang kau beri
Seiring keikhlasan menghiasi tangan indah lembutmu

Simbok,..
Tiada kasih seperti kasihmu
Kan kujaga kasihmu seharum nafasmu
Jangan sampai tergores luka
Hingga ujung usiaku



Allah Swt Berfirman : "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula)." (QS. Al-Ahqaf  : 1-5). "Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu" (QS. Luqman : 14).

Rasulullah Saw bersabda dari Abu Hurairah r.a katanya : "Seseorang laki-laki bertanya kepada  Rasulullah Saw, "Ya Rasulullah, siapakah dari keluargaku yang paling  berhak dengan kebaktianku yang terindah..?" Jawab beliau : "Ibumu, kemudian  ibumu, kemudian ibumu, kemudian bapakmu, kemudian yang terdekat kepadamu, yang terdekat".

Sahabatku tercinta rahimakumullah, bukankah Ibu adalah orang pertama yang  kita kenal ketika hadir di alam ini..? “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu  pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” (QS. An-Nahl : 78). Beliau sambut kehadiran kita dengan penuh senyum kebahagiaan. "Alhamdulillah" ucapnya lirih, betapa Allah Maha Kuasa, sungguh peristiwa  melahirkan adalah suatu peristiwa yang teramat sangat luar biasa bagi  seorang wanita. Tak terbayangkan betapa menderita berjuang antara hidup  dan mati. Tiada peduli urat-urat beliau terputus, Masya Allah, betapa  sungguh tak ternyana sakitnya. Tapi beliau ikhlas, "Untuk anakku tercinta akan kukorbankan seluruh jiwa raga". Betapa mulia seorang ibu, beliau sabar memelihara, menjaga, merawat, dan membesarkan kita. Ketika keremangan malam yang dingin ia dapati kita menangis. Beliau terjaga, beranjak bergegas menghampiri, memberikan apa yang kita pinta.

Masya Allah. Beliau sangat sayang dan begitu pengasih, ketika kita sudah bisa bermain, berlari terkadang ibu memarahi kita, "Jangan main di sini anakku, nanti kotor, jangan begini begitu karena tidak baik". Semua itu dilakukannya karena tidak ingin kita celaka. Ketika kita beranjak dewasa, perlu makan beliau rela tak makan demi kita, kasih sayangnya begitu tulus tanpa pamrih tak mengharapkan apa-apa kecuali  kita sehat dan selamat.

Hari berganti hari detik, menit, waktu akhirnya  kita sadari hakikat keberadaan diri ini.  Jadi. terbuktilah bagaimana Allah Swt itu Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim, Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Dengan Cinta-Nya Ia memperkenalkan diri-Nya melalui perantara seorang Ibu. Kalau ibu saja begitu, apalagi Allah yang menciptakan kita..? “Subhanallahi Walhamdulillahi Walaa ilaa ha ilallahu Wallaahu Akbar”. Karena pengorbanan Ibu yang tak terhingga itulah, Allah mewajibkan (memerintahkan) kita supaya berbakti (berbuat baik) kepada beliau. "Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia". (QS. Al-Isra’ : 23).

Firman Allah Swt : "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo'a: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni'mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau Ridhai: berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri". (QS. Al-Ahqaf  : 15). "Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS. Al-Isra' : 24).

Dari Abu Hurairah r.a, katanya : "Seseorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw, 'Ya Rasulullah, siapakah dari keluargaku yang paling berhak dengan kebaktianku yang terindah..?' Jawab beliau : "Ibumu. Kemudian Ibumu, Kemudian Ibumu, Kemudian Bapakmu, kemudian yang terdekat kepadamu, yang terdekat".
Perbandingan cinta menurut Rasulullah Saw kepada Ibu dibanding Bapak adalah 3 : 1. Berbakti sebaik-baiknya pada orangtua juga merupakan jihad yang Allah janjikan sangat besar pahalanya. Sebagaimana sabda Beliau Saw : Dari Abdullah bin Amru bin Ash r.a. katanya : Seorang laki-laki datang menghadap Rasulullah Saw. Lalu dia berkata : "Aku bai’at (berjanji setia) dengan Anda akan ikut hijrah dan jihad, karena aku mengingini pahala dari Allah Swt. Tanya Nabi Saw : "Apakah orangtuamu masih hidup..? Jawab orang itu : "Bahkan keduanya masih hidup". Tanya Nabi Saw : "Apakah kamu mengharapkan pahala dari Allah Swt..?" Jawabnya : " Ya" Sabda Nabi Saw : "Pulanglah kamu kepada kedua orangtuamu, lalu berbaktilah pada keduanya sebaik-baiknya". Besar pahalanya juga seimbang dengan besar dosanya jika tidak berbakti padanya.

Dari Abu Hurairah r.a, dari Nabi Saw sabdanya : "Dia celaka..! Dia celaka..! Dia celaka..!" Lalu beliau ditanya orang : "Siapakah yang celaka, Ya Rasulullah..?" Jawab Nabi Saw : "Siapa yang mendapati kedua orang tuanya  (dalam usia lanjut), atau salah satu keduanya, tetapi dia tidak berusaha masuk surga (dengan merawat orang tuanya sebaik-baiknya)". Bukti kecintaan Rasulullah kepada Ibu, dapat dilihat dibawah ini, Dari Fadhal r.a katanya : Seorang perempuan dari Khats'am bertanya kepada Rasulullah Saw, katanya: "Ya, Rasulullah. Bapakku sudah tua renta, kepadanya terpikul kewajiban menunaikan ibadah haji, sedangkan dia sudah tak sanggup duduk di punggung untanya, bagaimana itu..? Jawab Rasulullah Saw : "Hajikanlah dia olehmu" Dari Aisyah r.a., katanya : Seorang laki-laki datang bertanya kepada Rasulullah Saw : "Ya Rasulullah. Ibuku meninggal dengan tiba-tiba dan beliau tidak sempat berwasiat. Menurut dugaanku, seandainya dia sempat berbicara, mungkin dia akan bersedekah. Dapatkah beliau akan pahalanya jika aku bersedekah atas nama beliau..?" Jawab Rasulullah Saw : " Ya, dapat".

Dari Ibnu Abbas r.a katanya : "Sa'ad bin Ubadah pernah minta fatwa kepada Rasulullah Saw. Tentang nazar ibunya yang telah meninggal, tetapi belum sempat ditunaikannya. Maka bersabda Rasulullah Saw : "Bayarlah olehmu atas namanya". "Bagaimana jika Orangtua kita menyuruh untuk mepersekutukan Allah..?. "Allah Swt Berfirman : "Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (QS. Luqman : 15).

Dari Asma’ binti Abu Bakar r.a., katanya: "Ketika terjadi gencatan senjata dengan kaum Quraisy, ibuku yang ketika itu masih musyrik mendatangiku. Lalu aku minta izin kepada Rasulullah Saw Seraya berkata : "Ya Rasulullah.  Ibuku mendatangiku, karena beliau rindu kepadaku. Bolehkah aku menemuinya..?". Jawab rasulullah Saw : " Ya, boleh. Temuilah ibumu" Begitu besar perhatian Allah dan kekasih-Nya pada orangtua kita. Walaupun Beliau  (orangtua) menyuruh kita mepersekutukan Allah, Allah Swt dan Rasul tetap mengharuskan kita untuk berbuat baik kepada orangtua kita.

Karena itulah sahabatku, Janganlah cinta kita pada seseorang melebihi cinta kita pada ibu. Bukankah peran seorang ibu sangat besar dalam kehidupan ini..?. Kita terkadang tidak menyadari setelah kita dewasa, tidakkah kita terpikir mampukah kita membalas kasih sayang orang tua kita..?. Warzuqnä bil birrihimä wal ichsäni ilaihimä. Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku pada kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)" (QS. Ibrahim : 41). Amin,..


Dimensi Sosial Ibadah Qurban

Idul Adha yang biasa disebut Hari Raya Qurban yang dilaksanakan oleh segenap kaum muslimin di seluruh dunia setiap tanggal 10 Dzulhijjah merupakan suatu hari raya yang penuh dengan simbol dan makna pengorbanan manusia yang tidak akan pernah padam dan musnah selama manusia masih mempunyai cita-cita hidup yang luhur di sisi Khaliqnya. Pada hari raya tersebut bagi yang mampu biasanya melaksanakan ibadah qurban yaitu salah satu ibadah yang telah ditentukan kaifiyahnya dalam agama yang bertujuan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Qurban termasuk ibadah tertua dalam sejarah kehidupan manusia, sejak generasi peretama yaitu berasal dari dua putera Nabi Adan as, Habil dan Qabil yang mempersembahkan qurban mereka kepada Allah Swt. Hanya saja ibadah qurban yang diperintahkan waktu itu diseduaikan dengan situasi zamannya. Qabil sebagai petani diperintahkan untuk berqurban dengan dengan hasil pertaniannya sedangkan Habil sebagai peternak diperintahkan melaksanakan qurban dengan ternak yang dipeliharanya. Qurban Habil diterima Allah Swt karena didasari dengan ketulusan hati yang ikhlas semata-mata mengharapkan ridho Allah Swt, sedangkan qurban Qabil ditolak karena didasari perasaan iri dan dengki kepada saudaranya (Habil) yang pada akhirnya Qabil membunuh Habil. Peristiwa ini diabadikan Allah Swt dalam Surat Al-Maidah : 27-31.

Dalam perjalanan sejarah, ibadah qurban mengalami penyimpangan-penyimpangan tidak lagi dimaksudkan sebagai sarana pengabdian kepada Allah Swt akan tetapi dijadikan “Upeti” untuk “Membujuk Tuhan Tuhan Penguasa alam” tidak murka kepada manusia. Ibadah qurban dislelewengkan sebagai alat untuk menolak malapetaka, yang diqurbankan pun manusia makhluk paling mulia dari sekalian ciptaan-Nya. Salah satu contoh sejarah mencatat, di Mesir Kuno yang dianggap sebagai daerah awal peradaban manusia , mempersembahkan gadis tercantik untuk oiris (Dewi Sungai Nil). Di Kan’an Babilonia Kuno (Sekarang Irak) manusia mengorbankan bayi-bayi yang tidak berdosa untuk Dewa Baal. Di Meksiko, merupakan kebiasaan Suku Aztec menyerahkan jantung dan darah manusia untuk Dewa Matahari, Di eropa Utara, orang-orang Viking yang bertempat tinggal di Skandinavia mengorbankan pemuka agama mereka untuk Dewa Perang Odini.

Sekitar abad ke 18 SM, Nabi Ibrahim As hidup dan diutus Allah Swt untuk mengembalikan hakikat qurban kepada asalnya yang universal. Lewat sebuah mimpi, Nabi Ibrahim As diperintah Allah Swt untuk menyembelih Putera satu-satunya Nabi Ismail As. Ketika Nabi Ismail As sudah diap untuk disembelih, Allah Swt dengan kekuasaanya segera menggantinya dengan seekor domba. Manusia terlalu mulia untuk dikorbankan kepadanya. Lewat Nabi Ibrahim As Allah Swt mengajarkan hal ini dan diabadikan di Al-Qur’an Surat Ash-Shaffat ayat 102-107 ysng merupakan ajaran sangat revolusioner pada waktu itu. Nabi Ibrahim As mengembalikan hakikat dan esensi qurban kepada bentuk aslinya.

Penyembelihan binatang ternak ini pun bukanlah semata-semata rirual membagi daging kepada fakir miskin saja melainkan ada nilai universal yang terkandung dibalik penyembelihan itu. Dalam Surat Al-hajj ayat 37, Allah Swt telah menegaskan bahwa daging dan darah binatang ternak yang diqurkankan sekali-kali tidak sampai kepada Allah, akan tetapi rasa ketaqwaan manusialah yang dapat menvapainya. Dalam rangka upaya mendekatkan diri kepada Allah, kita juga harus mendekatkan hati kepada manusia dan berbagi kebahagiaan kepada sesama saudara kita yang kurang beruntung. Itulah sebabnya Nabi melarang seseorang yang mampu nerkurban tapi enggan melakukan sholat Id bersama-sama umat Islam lainnya karena orang tersebut tidak memiliki kepekaan dan kepedulian sosial, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya yang diberitakan Ahmad dari Ibnu Majah dari Abu Hurairah Ra : ”Barangsiapa memiliki keluasan mampu berqurban, tetapi tidak mau berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat kami shalat”.

Melalui ibadah qurban khususnya dan ibadah-ibadah lain, Allah Swt mengingatkan kita untuk kembali merenungkan kedudukan kita sebagai hamba Allah Swt yang tergantung kepada-Nya sehingga tidak ada kemutlakan pada diri manusia. Berdasarkan hal demikian manusia dapat menangkap pesan moral bahwa manusia diciptakan allah Swt sebagi makhluk yang secara alami memiliki kesadaran kamanusiaan dan berwatak sosial.

Allah Swt mengingatkan bahwa kita adalah makhluk yang harus mempunyai tanggung jawab sosial, dan nikmat-nikmat yang telah Allah Swt berikan kepada kita juga berdimensi dan berfungsi sosial. Kualitas keimanan kita tidak cukup hanya dengan optimalnya kemampuan kita mewmenuhi kebutuhan diri sendiri terlepas dari perhatian terhadap keadaan orang-orang sekitar kita. Kualitas keimanan kita justru dapat dilihat dari kadar kepedulian kita terhadap nasib masyarakat yang ada disekitar kita. Rosulullah saw menyatakan dalam sabdanya : “Tidaklah benar-benar beriman siapapun diantara kalian sehinnga mencintai saudaranya sebagimana ia mencintai dirinya sendiri”.

Kepedulian kita terhadap nasib masyarakat di sekitar kita dan kesediaan kita menyisihkan sebagian nikmat yang diberikan Allah Swt kepada kita untuk kepentingan peningkatan kualitas hidup mereka, sesungguhnya adalah bagian dari ibadah kita untuk mendapat ridho Allah Swt. Menyisihkan sebagiabn dari nikmat Allah yang kita miliki tidak selalu mudah. Allah Swt mengingatkan bahwa syaitan senantiasa membisikkan kedalam hati perasaan takut miskin sekaligus mendorong untuk pelit dan rakus mengumpulkan harta walaupun harus melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap ketentuan moral dan peraturan-peraturan. Dalam Al-Qur’an Allah Swt telah mengingatkan dsalam Surat Al Baqoroh ayat 268 : “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir) sedangkan Allah menjanjiukan untukmmu ampunan dari pada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.

Melalui ibadah qurban dan ibadah lainnya yang kita laksanakan setiap tahun, Allah Swt secara simbolis mengingatkan kita untuk memiliki kesadaran kemanusiaan dan kepedulian sosial. Kesadaran kemanusiaan serta kepedulian sosial itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan iman kita.

Melalui ketulusan hati dan keluhuran budi yang diberikan Allah Swt pada kita, dapat tumbuh di dalam diri kita masing-masing. Dengan semakin dekat dengan Allah kita akan semakin memiliki rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial. Pengorbanan yang dicontohkan Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismail As menggambarkan ketaatan dan pengabdian yang luar biasa keduanya kepada Allah Swt dan sekaligus perlawanan atas ketertindasan manusia oleh keangkuhan dan keangkaramurkaan dirinya. Pengorbanan dengan sombolisme binatang juga bermakna menumbuhkan nilai-nilai kepada manusiaan pada diri individu, pembebasan manusia dari sifat-sifat kebinatangan, suatu sifat yang telah menyebabkan manusia terpenjara dalam kemanusiaanya sendiri, enggan berbagi dan toleran terhadap eksistensi dan hak manusia lain. Wallahu A’lam,..

Album Live Conser Sadati

Monggo monggo poro sedulur, ingkang bade ngersak'aken lantunan sholawat dari Sadati (Sarono Dandani Ati Group's), rekaman beberapa waktu yang lalu di beberapa tempat Live Show Sadati dalam berbagai acara. Semoga bisa menjadi obat rindu kepada Sang Kekasih Tercinta, sebagai bukti rasa cinta kita kepada Beliau dan menjadi sababiyahnya kita mendapat syafa'atnya kelak, amin,..


Sadati_Aiqontu (Live In Gembuk).mp3
Sadati_Ajmala Dzikro (Live In Gedad).mp3
Sadati_Al Muhammadiyah (Live In Gedad).mp3
Sadati_Alhamdulillah.mp3
Sadati_Allahumma Sholli.mp3
Sadati_Alqolbu Mutayyam (Live In Gembuk).mp3
Sadati_Annaby Shollu 'Alaihi (Live In Gembuk).mp3
Sadati_Assalamu'alaik.mp3
Sadati_Darbul Huda Darbi (Live In Gedad).mp3
Sadati_Habibi Ya Rosulallah.mp3
Sadati_Muhammadun Basyarun (Live In Gembuk).mp3
Sadati_Qiro'ah.mp3
Sadati_Robbi Faj'al (Live In Gembuk).mp3
Sadati_Sholatun.mp3
Sadati_Shollallahu 'Ala Muhammad (Live In Gedad).mp3
Sadati_Subhanallah.mp3
Sadati_Thohan Naby (Live In Gembuk).mp3
Sadati_Thola'al Badru (Live In Gedad).mp3
Sadati_Ya Abal Hasanain (Live In Gembuk).mp3
Sadati_Ya Ajmala Kholqi (Live In Gembuk).mp3
Sadati_Ya Habibana (Live In Gembuk).mp3
Sadati_Ya Muhaiminu Ya Salam (Live In Gedad).mp3
Sadati_Ya Robbana (Live In Gembuk).mp3
Sadati_Ya Robbi Sholli (Live In Gembuk).mp3
Sadati_Ya Rosulallah Ya Naby (Live In Gembuk).mp3
Sadati_Ya Waridal Unsi (Live In Gembuk).mp3
Sadati_Ya Waridal Unsi 02 (Live In Gedad).mp3


Ahbabul Musthofa Album's

Fa Yaa Ayyuhar Roojuuna Minhu Syafaa'atan, Shollu 'Alaihu Wasallimuu Tasliimaa. Wa Yaa Ayyuhal Mustaaquuna Ilaa Ru'ya Jamaalih, Shollu 'Alaihi Wasallimuu Tasliimaa. Wa Yaa Man Yakhtubu Wishoolahu Yaqodhotan Wamanaamaa, Shollu 'Alaihi Wasallimuu Tasliimaa. Allaahumma Sholli Wasallim Asyrofas Sholaati Wat Tasliim, 'Alaa Sayyidina Muhammadinir Rouufir Rochiim,..

Qoola Rosuulullaahi Shollallahu 'Alaihi Wasallam : Inna Aulan Naasi Bii Yaumal Qiyaamati Aktsaruhum 'Alayya Sholaatan (HR. Nasai wa Ibnu Majah' an Ibni Mas'udin Ra),..

Rosulullah Saw telah Bersabda : "Bahwasannya seutama-utama (Orang yang terdekat) dengan aku pada hari kiamat adalah mereka yang lebih banyak bersholawat kepadaku" (HR. An-Nasai dan Ibnu Hibban dari Ibnu Mas'ud Ra),..


Ahbabul Musthofa_Aiqontu.mp3
Ahbabul Musthofa_Al Muhammadiyyah.mp3
Ahbabul Musthofa_Ala Ya Allah.mp3
Ahbabul Musthofa_Alfa Shollallah.mp3
Ahbabul Musthofa_Alhamdulillah (Habibi).mp3
Ahbabul Musthofa_Allah Al-Madad.mp3
Ahbabul Musthofa_Allahumma Sholli.mp3
Ahbabul Musthofa_An Naby Shollu 'Alaih.mp3
Ahbabul Musthofa_An Tudkhilana.mp3
Ahbabul Musthofa_Annabi Shollu 'Alaih.mp3
Ahbabul Musthofa_Anta Nuskhotun.MP3
Ahbabul Musthofa_Asyroful 'Alami.mp3
Ahbabul Musthofa_Da'uni Falladzi.mp3
Ahbabul Musthofa_Darbul Huda.mp3
Ahbabul Musthofa_Fi Hawa.mp3
Ahbabul Musthofa_Fi Man Takhollufu.mp3
Ahbabul Musthofa_Ghonnili.mp3
Ahbabul Musthofa_Habibi Ya Rasulallah.mp3
Ahbabul Musthofa_Hubbun Naby.mp3
Ahbabul Musthofa_Ilahi Nas-aluka.mp3
Ahbabul Musthofa_Inna Fil Jannati.mp3
Ahbabul Musthofa_Innal Qulub.mp3
Ahbabul Musthofa_Lakum Busyro.mp3
Ahbabul Musthofa_Maulaya Sholli.mp3
Ahbabul Musthofa_Muhammadun 01.mp3
Ahbabul Musthofa_Muhammadun 02.mp3
Ahbabul Musthofa_Qod Tamammallah.mp3
Ahbabul Musthofa_Rabbi Faj'al.mp3
Ahbabul Musthofa_Rasulallah.mp3
Ahbabul Musthofa_Shollallahu 'Ala Muhammad.mp3
Ahbabul Musthofa_Subhanallah.mp3
Ahbabul Musthofa_Thohan An-Naby.mp3
Ahbabul Musthofa_Thola'al Badru.mp3
Ahbabul Musthofa_Tholama Asyku 01.mp3
Ahbabul Musthofa_Ya Abal Hasanain (Full).mp3
Ahbabul Musthofa_Ya Ajmala Kholqi.mp3
Ahbabul Musthofa_Ya Habib.mp3
Ahbabul Musthofa_Ya Imamar Rusli.mp3
Ahbabul Musthofa_Ya Muhaimin.mp3
Ahbabul Musthofa_Ya Nabiyyan Min Qidam.mp3
Ahbabul Musthofa_Ya Robbi Bil Musthofa.MP3
Ahbabul Musthofa_Ya Rosulallah Ya Naby.mp3
Ahbabul Musthofa_Ya Sayyidi.mp3
Ahbabul Musthofa_Ya Waridal Unsi (New).mp3
Ahbabul Musthofa_Ya Waridal Unsi.mp3

Belajar Ilmu Agama

Banyak dari Teman-teman yang menanyakan : Bagaimana hukumnya belajar Agama tanpa bermursyid (Guru) atau belajar hanya melalui benda-benda mati seperti buku, buletin, artikel dan sebagainya..? sedangkan firman Allah swt : ”Dan janganlah kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak mengetahui pengetahuan tentangnya” (Qs. Al-Isra’ : 36), dan dalam Ihya’ Ulumuddin dijelaskan : ”Barang siapa tiada bermursyid (guru pembimbing) maka mursyid (guru) nya adalah syetan”.

Jawab : boleh belajar dari buku, buletin, artikel atau yang lainnya tapi hanya sebagai referensi dan sepintas membacanya saja tanpa diamalkan terlebih dahulu, finalnya nanti apabila sudah kita hadapkan dengan Ulama Ahlul Ilmi (Ulama Nafi’) yang sanad keilmuannya sampai pada Rosulullah saw barulah kita boleh mengamalkannya, karena Beliaulah yang nantinya akan meluruskan manakala terdapat kekeliruan, dan yang akan menjelaskan lebih detail lagi.

Manfaat Berguru

Salah satu dari manfaat berguru adalah agar terhindar dari perkara-perkara yang sesat dan untuk menghindari fitnah, dengan sanad (mata rantai keilmuan) maka akan mencegah manusia untuk berbicara semaunya/seenak gue, atau berbicara hanya berdasarkan dari kerangka otaknya saja, dengan sanad, maka hal-hal yang disampaikan Rosulullah saw terjaga keaslian isi ilmunya, tanpa ada yang dikurangi atau ditambah-tambah (dimodifikasi manusia), karena ”jika tanpa sanad, orang bisa berkata apa saja yang dikehendakinya”, tidak ada dalam sejarah seorang Ulama Besar lahir dari belajar kepada buku saja, karena ilmu adalah keahlian dan setiap keahlian membutuhkan ahlinya, maka untuk mempelajari suatu ilmu membutuhkan muallimnya yang ahli.

Seorang Ulama mengatakan, ”Barang siapa masuk (belajar) kedalam ilmu sendirian, maka diapun keluar sendirian”, maksudnya adalah orang yang belajar ilmu tanpa ada seorang Guru yang membimbingnya, maka dia keluar darinya tanpa ilmu, ada sebagian orang yang beranggapan bahwa belajar hanya dengan buku, artikel atau yang lainnya mampu membimbing orang yang memahaminya untuk mendapatkan ilmu, memang benar demikian kalau kita terapkan pada ilmu umum, tetapi tidak dalam ilmu agama, Belajar agama haruslah dengan Guru, seandainya kita menginginkan ilmu agama tanpa guru, niscaya kita akan tersesat dari jalan yang benar, kalau hanya belajar dari buku, artikel, buletin atau yang lainnya maka ketahuilah bahwa didalamnya (buku) terdapat kesulitan-kesulitan yang membingungkan akal, contoh sederhana, kita belajar sholat hanya membaca buku panduan sholat yang bisa kita jumpai di toko buku, mungkin bacaan-bacaanya, kaifiyahnya kita sudah tahu dan bisa mempraktekannya, akan tetapi pemahaman kita tentang sholat tersebut belumlah benar, ada hal lain yang tidak kita dapatkan dari buku, padahal merupakan hal yang penting dalam sholat, misalnya tingkatan niat, syarat takbirotul ihram, thuma’ninah, rukun qouli, fi’li qolbi, sunat haiat, sunat ab’ad dan sebagainya, maka dari itu : ”Barang siapa yang tidak mengambil dasar ilmu dari Ulama, maka keyakinannya dalam perkara sulit adalah dugaan”. dan dalam Qoulul Ulama’ dijelaskan : ”Dan setiap orang yang beramal tanpa ilmu, maka amal-amalnya tertolak dan tidak diterima”.

Ilmu Dan Cara Mendapatkannya

Ilmu adalah pemberian Allah swt kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya, usaha manusia untuk mendapatkan ilmu diwajibkan oleh Allah swt dalam beberapa hadits Rasulullah saw Artinya : “Manusia berdosa jika meninggalkan usaha dalam mendapatkan ilmu, sebaliknya jika usaha sudah dilakukan, sementara ilmu itu tidak juga dapat dikuasai, maka orang tersebut sudah terhindar dari kesalahan, sebab yang wajib adalah menuntut ilmu, bukan mendapatkannya (‘Alim), adapun mendapatkan ilmu (‘Alim), semata-mata hanyalah karunia Allah saja”.

Dengan demikian Teman-teman janganlah merasa kecewa dan putus asa jika sudah belajar ilmu, tapi ternyata Teman-teman gagal menguasai ilmu tersebut, ini bukan salahnya Teman-teman, akan tetapi memang Allah swt tidak atau belum berkenan memberikan ilmu itu, yang wajib adalah menuntut ilmu bukan pintar (’Alim) nya, dalam kenyataan hidup ini banyak kita jumpai orang yang belajar membaca Al-Qur’an, misalnya sudah bertahun-tahun melakukannya dengan sungguh-sungguh, namun ternyata hasil yang dia peroleh tidak sesuai yang diharapan, dia tetap saja tidak dapat mengucapkan huruf-hurufnya dengan fashih, dan banyak melakukan kesalahan dalam tajwid dan waqaf-washolnya, kenapa bisa terjadi..? tidak lain karena tidak diberikan oleh Allah swt, pintar (’alim) adalah Fadhlun Minallah dan diberikan kepada hamba yang dikehendaki-Nya, hal ini sudah Allah swt jelaskan dalam Al-Qur’an yang artinya : “Dan tidaklah kamu diberi ilmu pengetahuan kecuali sedikit saja”(QS. Bani Israil : 85).

Bagaimanakah Cara Mendapatkan Ilmu..?

Ilmu itu dapat diperoleh oleh seseorang dengan melalui beberapa jalan, tidak seperti yang sering dianggap oleh kebanyakan orang bahwa satu-satunya jalan untuk mendapatkannya adalah dengan belajar dan menuntutnya, diantara cara mendapatkan ilmu itu antara lain :
1. Belajar, dan menuntut ilmu tersebut dari orang lain.
Hadits Nabi saw yang artinya : “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan”, dalam hadits lain yang artinya : “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah swt membuatnya berjalan di salah satu jalan menuju surga”, Sesungguhnya para Malaikat meletakkan sayap-sayapnya karena ridha kepada pencari ilmu, Sesungguhnya orang berilmu dimintakan ampunan oleh makhluk yang berada dia langit dan bumi, serta ikan di tengah hari. Sesungguhnya keutamaan orang berilmu atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan pada saat purnama atas seluruh bintang”, Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, namun mewariskan ilmu. Barangsiapa mendapatkannya, ia mendapatkan keuntungan yang besar.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ad Darimi)
2. Diajarkan langsung oleh Allah swt tanpa diajarkan oleh orang lain.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Surat Al Baqarah ayat 31 : “Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman : Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”.
3. Ilmu didapat dengan beramal.
Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “Barangsiapa mengamalkan satu ilmu yang telah diketahuinya, maka Allah mewariskan kepadanya ilmu-ilmu lain yang sebelumnya dia tidak tahu.” (HR. Abu Nu’aim), tidak heran jika banyak orang-orang sholih yang rajin beramal dianugerahi Allah swt banyak ilmu sebagai buah amal yang rajin dilakukannya bertahun-tahun, ilmu yang tidak diperoleh oleh orang-orang yang banyak bicara dan berdebat dengan orang lain.
4. Ilmu didapat dengan bertaqwa.
Firman Allah swt dalam Surat Al Baqarah ayat 282 yang artinya: “Dan bertaqwalah kepada Allah dan Allah akan mengajarimu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
5. Ilmu dapat diperoleh dengan diajarkan oleh makhluk lain

Di zaman dahulu ketika manusia baru pada generasi pertama, telah terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil, salah satu putera Nabi Adam as, terhadap saudara kandungnya yang sholih Khabil, Setelah Qabil membunuh saudaranya itu, dia ketakutan dan kebingungan karena tidak tahu bagaimana caranya mengamankan tubuh saudaranya yang sudah menjadi mayat itu. Tiba-tiba dengan perintah Allah turunlah sepasang burung gagak yang saling tempur di depannya, kemudian salah seekor dari gagak itu mati. Kemudian gagak yang menang menggali lubang serta menguburkan gagak yang mati. Maka, terkesimalah Qabil dan dia pun mendapatkan ilmu dari burung itu. Kisah ini ada dalam Al-Qur’an surat al Maidah ayat 30-31, beberapa jurus-jurus bela diri terkenal dari mancanegara banyak yang dipelajari dari cara binatang berkelahi, seperti jurus kucing, jurus harimau, jurus bangau, jurus ular dan lain-lain sebagainya.

Dalam hadits Nabi Saw ada dikisahkan beberapa orang teman-teman nabi, justru mendapatkan ilmu sebab diajari oleh syaitan, kisah tersebut antara lain : dari Abu Hurairah ra berkata : ”Aku ditugaskan Rasulullah Saw untuk menjaga hasil zakat pada bulan Ramadhan, tiba-tiba datanglah seseorang kepadaku, dan mengambil sedikit dari zakat itu, maka aku menangkapnya seraya berkata : kamu akan kuadukan kepada Rasulullah Saw, orang itu berkata : biarkan aku, sesungguhnya aku orang miskin, punya banyak anak, dan sangat membutuhkan, maka aku pun melepaskannya, pada keesokan harinya, Rasulullah Saw bertanya kepadaku: Hai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh tawananmu kemarin..? aku menjawab : Ya Rasulullah, dia mengadukan kemiskinannya dan kelurganya yang banyak, maka aku kasihan dan aku membebaskannya, Nabi bersabda : Sesungguhnya orang itu berdusta kepadamu, dan dia akan kembali, saya sadar bahwa orang itu akan kembali karena Rasulullah Saw mengatakannya, maka aku pun mengintipnya, ternyata ia datang untuk mengambil makanan, maka aku menangkapnya lagi seraya berkata : sungguh aku akan mengadukanmu kepada Rasulullah Saw, dia berkata : lepaskan aku, sesungguhnya aku sangat membutuhkan dan punya keluarga yang banyak, saya tidak akan kembali, maka aku pun mengasihaninya dan membebaskannya lagi, keesokan harinya, Rasulullah Saw bertanya kepadaku : Hai Abu Hurairah, apa yang telah dilakukan tawananmu kemarin..? saya menjawab : Wahai Rasulullah, dia mengadukan kemiskinan dan jumlah kelurganya yang banyak, maka aku pun kasihan dan membebaskannya lagi, Nabi saw bersabda : sesungguhnya dia berdusta kepada mu dan dia akan kembali, maka pada yang ketiga kalinya aku mengintipnya kembali, dia datang mengambil makanan, segera aku menangkapnya seraya aku berkata : sungguh aku akan mengadukanmu kepada Rasulullah saw, ini adalah yang ketiga kalinya kamu mengatakan bahwa kamu tidak akan kembali, namun nyatanya engkau kembali lagi, dia berkata : biarkan aku mengajari mu beberapa kalimat yang dengannya kamu akan beroleh manfaat dari Allah swt, saya bertanya : Kalimat apakah itu..? dia berkata, : apabila kamu hendak tidur maka bacalah ayat kursi, “Allah, Tiada Tuhan melainkan Dia yang Hidup Kekal dan terus menerus mengurus makhluknya….” dia membaca hingga akhir ayat, maka Allah swt akan senantiasa menurunkan pelindung bagimu dan setan tidak akan mendekatimu hingga pagi, maka aku pun membebaskannya, keesokan hari Rasulullah Saw bertanya kepadaku : apa yang telah dilakukan oleh tawanan mu kemarin..? saya menjawab, : Wahai Rasulullah Saw, dia telah mengajariku beberapa kalimat yang dengannya Allah akan memberiku manfaat, maka aku pun melepaskannya, Beliau bertanya : Kalimat apakah itu..? dia berkata kepadaku : apabila kamu akan tidur, maka bacalah Ayat kursi dari awal hingga dia menyelesaikan ayat “Allah, tiada Tuhan melainkan Dia yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus makhluknya…“ dia berkata kepadaku : Allah swt akan senantiasa menurunkan pelindung bagimu dan syaitan tidak akan mendekatimu hingga pagi”, para teman-teman sangat menyukai kebaikan, maka Nabi Saw bersabda : Dia telah berkata benar kepadamu, dan sebenarnya dia adalah pendusta, Hai Abu Hurairah, tahukah dengan siapa kamu berbicara selama tiga malam itu..? Saya menjawab : tidak, maka Nabi bersabda : dia adalah Syaitan.” (HR. Bukhari), hadits ini menunjukkan bahwa apabila Allah berkehendak, maka Dia mampu untuk memerintahkan siapa saja, bahkan termasuk syaitan sekalipun untuk memberikan ilmu dan pelajaran kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.

Kisah yang senada dengan kisah di atas pernah dialami oleh beberapa shahabat Nabi yang berbeda. Silakan ruju’ pada kitab Tafsir Ibnu Katsir keterangan pada ayat kursi, surat Al-Baqarah ayat 255. Wallahu A’lamu Bishshowab,..


▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

ﻠيس اﻠفٺــے من يقول کان ابــــے ۞ لکن اﻠفٺــــے من يقول هـا انــــــا

Bukanlah Pribadi Seorang Pemuda Itu Yang Mengatakan : “Kae Hlo Bapakku..!

Tapi, Seorang Pemuda Sejati Itu Yang Berkata : “Iki Hlo Aku..!”

By Myself